Selasa, 27 Desember 2016

Dimensi-Dimensi Kurikulum


   DIMENSI-DIMENSI KURIKULUM
          William H.Schubert (1986), merinci pengertian kurikulum dalam berbagai dimensi, yaitu “kurikulum sebagai content atau subject matter, kurikulum sebagai program planned activities, kurikulum sebagai intended learning outcomes, kurikulum sebagai cultural reproduction, kurikulum sebagai experience, kurikulum sebagai discrete tasks and concepts, kurikulum sebagai agenda for social reconstruction, dan  kurikulum sebagai currere”.
          S.Hamid Hasan (1988), berpendapat bahwa ada empat dimensi kurikulum yang saling berhubungan, yaitu “ kurikulum sebagai suatau ide atau konsepsi, kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, kurikulum sebagai suatu kegiatan (proses), dan kurikulum sebagai suatu hasil belajar”. Selanjutnya Nana Sy. Sukmadinata (2005) meninjau kurikulum dari tiga dimensi, yaitu “ kurikulum sebagai ilmu, kurikulum sebagai sistem, dan kurikulum sebagai rencana”.  Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa paling tidak ada enam dimensi kurikulum, yaitu :

1.             Kurikulum Sebagai Suatu Ide
          Ide atau konsep kurikulum bersifat dinamis, dalam arti akan selalu berubah mengikutip perkembangan zaman, minat dan kebutuhan peserta didik, tuntutan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi. Ide atau gagasan tentang kurikulum hanya ada dalam pemikiran seseorang yang terlibat dalam proses pendidikan, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti kepala dinas pendidikan, pengawas, kepala sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua. Ketika orang berpikir tentang tujuan sekolah, materi yang harus disampaikan kepada peserta didik, kegiatan yang dilakukan oleh guru, orang tua, dan peserta didik, objek evaluasi, maka itulah dimensi kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi. Paling tidak itulah konsep kurikulum menurut mereka. Ide atau konsepsi kurikulum setiap orang tentu berbeda, sekalipun orang-orang tersebut berada dalam satu keluarga. Perbedaan ide dari orang-orang tersebut sangat penting untuk dianalisis bahkan dapat dijadikan landasan pengembangan kurikulum.
          Dimensi kurikulum sebagai suatu ide, biasanya dijadikan langkah awal pengembangan kurikulum, yaitu ketika melakukan studi pendapat. Dari sekian banyak ide-ide yang berkembang dalam studi tersebut, maka akan dipilih dan ditentukan ide-ide mana yang dianggap paling kreatif, inovatif, dan konstruktif sesuai dengan visi-misi dan tujuan pendidikan nasional. Pemilihan ide-ide tersebut pada akhirnya akan dipilih dalam sebuah pertemuan konsultatif berdasarkan tingkat pengambilan keputusan yang tinggi. Di Indoonesia, pengambilan keputusan yang tertinggi adalah Menteri Pendidikan Nasional. Beliau juga sebagai penentu kebijakan kurikulum yang berlaku secara nasional. Mengingat pengaruhnya yang begitu kuat dan besar, sera memiliki kedudukan yang startegis, maka tim pengembang kurikulum biasanya akan mengacu pada ide atau konsep kurikulum menurut menteri tersebut. Selanjutnya, ide-ide MENDIKNAS dituangkan dalam sebuah kebijakan umu sampai menjadi dimensi kurikulum sebagai rencana.

2.             Kurikulum Sebagai Suatu Rencana Tertulis
          Dimensi kurikulum sebagai rencana biasanya dituangkan dalam suatu dokumen tertulis. Dimensi ini menjadi banyak perhatian orang, karena wujudnya dapat dilihat, mudah dibaca dan dianalisis. Dimensi kurikulum ini pada dasarnya merupakan realitas dari dimensi kurikulum sebagai ide. Aspek-aspek penting yang perlu dibahas, antara lain : mengembangkan tujuan dan kompetensi, struktur kurikulum, kegiatan dan pengalaman belajar,  organisasi kurikulum, manajemen kurikulum, hasil belajar, dan sistem evaluasi. Kurikulum sebagai suatu ide harus mengikuti pola dan ketentuan-ketentuan kurikulum sedagai rencana banyak mengalami kesulitan, karena ide-ide yang ingin disampaikan terlalu umum dan banyak yang tidak dimengerti oleh para pelaksana kurikulum.

3.             Kurikulum Sebagai Suatu Kegiatan
          Kurikulum dalam dimensi ini merupakan kurikulum yang sesungguhnya terjadi dilapangan (real curriculum). Peserta didik mungkin saja memikirkan kurikulum sebagai ide, tetapi apa yang dialaminya merupakan kurikulum sebagai kenyataan. Anatara ide dan pengalaman mungkin sejalan, tetapi mungkin juga tidak. Banyak ahli kurikulum yang masih mempertentangkan dimensi ini, dalam arti apakah suatu kegiatan termasuk kurikulum atau bukan. Misalnya , MacDonald (1965), Johnson (1971), Popham dan Baker (1970), Inlow (1973), dan Beauchamp (1975) tidak menganggap suatu kegiatan sebagai kurikulum. Bagi Beauchamp, Kurikulum adalah a written document yang masuk dalam dimensi rencana, sedangkan ahli lainnya melihat kurikulum hanya sebagai hasil belajar. Meskipun demikian, banyak juga ahli kurikulum lain yang mengatakan suatu kegiatan atau proses termasuk kurikulum, seperti Frost dan Rowland (1969), Zais (1976), Egan (1978), Hunkins (1980), Tanner and Tanner (1980), serta Schubert (1986).
          Kurikulum harus dimaknai dalam satu kesatuan yang utuh. Jika suatu kegiatan tidak termasuk kurikulum berarti semua kegiatan di sekolah atau di luar sekolah (seperti program pelatihan profesi, kuliah kerja nyata, dan lain-lain) tidak termasuk kurikulum. Dengan demikian, hasil belajar peserta didik di sekolah maupun diluar sekolah merupakan refleksi dan realisasi dari dimensi kurikulum sebagai rencaana tertulis. Apa yang dilakukan peserta didik dikelas juga merupakan implementasi kurikulum. Artinya, antara kurikulum sebagai ide dengan kurikulum sebagai kegiatan (proses) merupakan suatu rangkaian yang berkesinambungan, suatu kesatuan yang utuh. Tidak ada alasan untuk mengatakan dimensi kurikulum sebagai suatu kegiatan bukan merupakan kurikulum, karena semua kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah atas tanggung  jawab sekolah merupakan bagian dari kurikulum.

4.             Kurikulum Sebagai Hasil belajar
          Hasil belajar adalah kurikulum, tetapi kurikulum bukan hasil dari belajar.  Pernyataan ini perlu dipahami sejak awal, karena banyak orang tahu bahwa hasil belajar merupakan bagian dari kurikulum, tetapi kurikulum bukan hanya hasil belajar. Banyak juga orang tidak tahu bahwa pengertian kurikulum dapat dilihat dari dimensi hasil belajar, karena memang tidak dirumuskan secara formal. Begitu juga ketika dilakukan evaluasi secara formal tentang kurikulum, pada umumnya orang selalu mengaitkannya dengan hasil belajar. Sekalipun, evaluasi kurikulum sebenar jauh lebih luas dari pada penilaian hasil belajar. Artinya, hasil belajar bukan satu-satunya objek evaluasi kurikulum. Meskipun demikian, hasil belajar dapat dijadikan sebagai salah satu dimensi pengertian kurikulum. Evaluasi kurikulum ditunjukan untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi kurikulum, sedangkan fungsinya adalah untuk memperbaiki, menyerpurnakan atau mengganti kurikulum dalam dimensi sebagai rencana.
          Hasil belajar  sebagai bagian dari kurikulum terdiri atas berbagai  domain, seperti pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai. Secara teoritis, domain hasil belajar tersebut dapat dipisahkan, tetapi secara praktis domain tersebut harus bersatu. Hasil belajar juga banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor guru, peserta didik, sumber belajar, dan lingkungan. Kurikulum sebagai hasil belajar merupakan kelanjutan dan dipengaruhi oleh kurikulum sebagai kegiatan serta kurikulum sebagai ide. Menurut Zainal Arifin (2009) hasil belajar memiliki beberapa fungsi utama, yaitu “ sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik, sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu, sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan, sebagai indikator inter dan ekster dari suatu institusi pendidikan, dan dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan) peserta didik”.

5.             Kurikulum Sebagai Suatu Disiplin Ilmu
          Sebagai suatu disiplin ilmu, berarti kurikulum memiliki konsep, prinsip, prosedur, asumsi, dan teori yang dapat dianalisis dan dipelajari oleh pakar kurikulum, peneliti kurikulum, guru atau calon guru, kepala sekolah, pengawas atau tenaga kependidikan lainnya yang ingin mempelajari tentang kurikulum. Di Indonesia, pada tingkat sekolah menengah pertama pernah ada Sekolah Pendidikan Guru (SPG), Sekolah Guru Atas, Pendidikan Guru Agama (PGA) dan lain-lain. Pada tingkat Universitas ada juga program studi pengembangan kurikulum, baik dijenjang S.1 (Sarjana), S.2 (Magister), maupun S.3 (Doktor). Semua peserta didiknya wajib mempelajari tentang kurikulum. Tujuan kurikulum sebagai suatu disiplin ilmu adalah untuk mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum.
6.             Kurikulum Sebagai Suatu Sistem
          Sistem berasal dari bahasa Latin (systema) dan bahasa Yunani (sustema) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi untuk mencapai tujuan.
          Sistem kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan, sistem persekolahan, dan sistem masyarakat.  Suatu sistem kurikulum di sekolah merupakan sistem tentang kurikulum apa yang akan disusun dan bagaimana kurikulum itu dilaksanakan. Lebih jauh lagi dapat dikatakan bahwa sistem kurikulum mencakup tahap-tahap pengembangan kurikulum itu sendiri, mulai dari perencanaan kurikulum, pelaksanaan kurikulum, evaluasi kurikulum, perbaikan dan penyempurnaan kurikulum. Kurikulum sebagai suatu sistem juga menggambarkan tentang komponen-komponen kurikulum.
          Kurikulum dapat dikatakan sebagai suatu sistem, mengapa? Karena kurikulum memiliki tujuan yang satu dan memiliki komponen-komponen yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya seperti sistem. Sistem adalah suatu kesatuan sejumlah elemen (objek, manusia, kegiatan, informasi, dsb) yang terkait dalam proses atau struktur dan dianggap berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam mencapai satu tujuan.
Jika pengertian di atas dipadukan, maka sangat mungkin dapat dikatakan bahwa kurikulum merupakan suatu sistem, karena ada sejumlah komponen dalam terbentuknya kurikulum yang saling berkaitan dan terikat, dan memiliki tujuan yang utuh. Jika suatu sistem kurikulum dapat di analogikan dengan organisme manusia yang memiliki susunan anatomi tubuh tertentu. 
sumber:ArifinZainal.(2011).KonsepdanModelPengembanganKurikulum.Bandung:PTRemaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar