Senin, 26 Desember 2016

Filsafat Hukum Perspektif Historis


  Filsafat Hukum Perspektif Historis
Terlepas dari nilai besar yang ada pada kegigihan Marxis terhadap aspek ideologi hukum dan karakter kelasnya, kegigihan filsafat hukum diaelktika materialistis bahwa aspek ini meniadakan hukum alam tidaklah dapat dipertahankan, yang merupakan paradoks perkembangan terkini ialah bahwa pengungkapan aspek ideologi hukum telah memperkuat tuntutan akan adanya hukum yang adil. Menurut logika, hal ini tidaklah mengejutkan, karena dibalik sikap yang mungkin positivis dan ilmiah Marxisme terdapat kesadaran antusisas akan nilai dan preferensi normatif. Jika seseorang menanyakan, dalam pengertian filosofis yang paling luas, apa yang akan menjadi realitas obyektif dari tatanan sosial yang akan datang, jelaslah bahwa itu adalah keadilan sosial.
Dari Communist Manifesto hingga program – program internasional (organisasi sosial kaliber internasional), karya Marx dan Engels dilandaskan pada keinginan kuat akan adanya hukum sejati yang sepenuhnya mewujudkan keadilan sebagai konsep ideal. Keyakianan mereka akan kemungkinan realitas definitif keadilan itu merupakan inti dari filsafat hukum mereka. Keyakinan tersebut memberikan filsafat mereka karakter apokalipstik atau sugestif. Keyakianan ini bersifat idealisitik dalam pengertian yang paling ekstrem, dan karena alasan itu ia memerlukan derajat pemaksaan dan penekanan yang sangat tinggi untuk merealisasikannya. Disisni kita dapat menegtahui dialektika yang lebih mendalam pada filsafat hukum Marxis yang telah di gelar di depan mata kita abad ke-20.
Aliran – aliran filsafat pendidikan modern
1.      Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progrevisme dalam semua realita kehidupan, agar manusia bisa survive menghadapi semua tantangan hidup. Dinamakan instrumentalisme, karena aliran ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup, untuk kesejahteraan dan untuk mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan eksperimentalisme, karena aliran ini menyadari dan mempraktikan asas eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Dan dinamakan enviromentalisme, karena aliran ini menanggap lingkungan hidup itu memepengaruhi pembinaan kepribadian (Muhammad Noor Syam, 1987-229).
2.      Aliran esensialisme, dasar pijakan aliran pendidikan ini lebih fleksibel dan terbuka untuk perubahan, toleran, dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan aharus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata nilai yang jelas (Zaharaini. 1991:21).
3.      Aliran perenialisme, memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktik bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang.
4.      Aliran rekonstruksionalisme, aliran ini memilih cara tersendiri, yakni dengan kembali ke alam kebudayaan lama (regressive road culture) yang mereka anggap paling ideal. Sementara itu, aliran rekonstruksionalisme menepuhnya dengan jalan berupaya membina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia (Depag RI, 1984 : 31).


       Kritik dari buku ini adalah kelebihannya adalah buku ini menjelaskan secara baik dan rinci dan menjelaskan berbagai macam aliran dari pendidikan hukum filsafat, namun kekurangannya adalah paradigma yang digunakan memang menggunakan paradigma Karl Marx tidak ada perbandingan cara pandang tokoh lain.
Sumber:MuttaqienRaisul.2007.FilsafatHukumPrespektif.Bandung:NusaMedika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar