Selasa, 27 Desember 2016

Komponen-Komponen Kurikulum


        KOMPONEN-KOMPONEN KURIKULUM
1.             Komponen Kurikulum
          Sebelum melaksanakan kegiatan pengembangan kurikulum, seorang pengembang terlebih dahulu mengenal komponen atau elemen atau unsur kurikulum. Seperti yang dikemukakan Tyler (1950 dalam Taba, 1962 : 422) bahwa “it is important as a part of a comprehensive theory or organization to indicate just what kinds of elements will serve statisfactorily as organizing elements. And in a given curriculum it is important to identify the particular element that shall be used.” Dari pernyataan Tyler tersebut, tampak pentingnya mengenal komponen atau elemen atau unsur kurikulum. Herrick (1950 dalam Taba, 1962 : 425) mengemukakan 4 (empat) elemen, yakni : tujuan (objectives), mata pelajaran (subject matter), metode dan organisasi (method and organization), dan evaluasi (evaluation). Sedangkan ahli yang lain mengemukakan bahwa kurikulum terdiri dari 4 (empat) komponen dasar: (1) aims, goals, and objective, (2) content, (3) learning activities, dan (4) evaluations (Zais, 1976 : 292). Nana Sy. Sukmadinata (1988 : 110) mengemukakan empat komponen dari anatomi tubuh kurikulum yang utama adalah tujuan, isi atau materi, proses atau sistem penyampaian, serta evaluasi. Berdasarkan uraian tetntang komponen-komponen kurikulum sebelumnya, yakni komponen kurikulum yang terdiri dari: tujuan, materi/pengalaman belajar, organisasi, dan evaluasi.
a.    Tujuan.
          Tujuan sebagai sebuah komponen kurikulum merupakan kekuatan-kekuatan fundamental yang peka sekali, karena hasil kurikulum yang diinginkan tidak hanya sangat mempengaruhi bentuk kurikulum, tetapi memberikan arah dan fokus untuk seluruh program pendidikan (Zais, 1976 : 297). Apa yang diutarakan oleh Zais mengenai pentingnya tujuan adalah benar adanya, karena tidak ada satu pun aspek-aspek pendidikan yang lain bertentangan dengan tujuan. Dalam kenyataannya, aspek-aspek pendidikan selalu mempertanyakan tentang tujuan kurikulum di Indonesia. Hierarki vertikal tujuan kurikulum di Indonesia, paling tinggi adalah tujuan kurikuler, dan tujuan pengajaran. Tujuan pendidikan nasional merupakan tujuan tertinggi yang bersumber pada falsafah bangsa (Pancasila) dan kebutuhan masyarakat tertuang dalam GBHN dan UU-SPN. Tujuan kelembangaan (tujuan institusional) merupakan tujuan yang menjabarkan tentang tujuan nasional bersumber pada tujuan tiap jenjang pendidikan dalam UU-SPN, karakteristik lembaga, dan kebutuhan masyarakat. Tujuan kurikuler atau tujuan mata pelajaran/ bidang studi dijabarkan dari tujuan kelembagaan, bersumber pada karakteristik mata pelajaran/ bidang studi, dan kebutuhan masyarakat. Tujuan yang terbawah dari hierarki tujuan kurikulum di Indonesia adalah tujuan pengajaran, yakni suatu tujuan yang menjabarkan suatu tujuan kurikuler dan bersumber pada karakteristik mata pelajaran/bidang studi dan karakteristik siswa.
          Tujuan pengajaran terbagi menjadi dua macam, yakni Tujuan Umum Pengajaran (TUP) dan Tujuan Khusus Pengajaran (TKP). Apabila dikaji lebih lanjut akan kita temukan bahwa dalam perumusannya, tujuan tersusun hierarki vertikal dari yang tertinggi ke yang terendah dan sebaliknya, untuk pencapaiannnya secara hierarki vertikal dari tujuan terendah ke tujuan yang lebih tinggi. Untuk memperjelas uraian, berikut merupakan sistematika hierarki tujuan kurikulum di Indonesia.
Jenjang Tujuan
Dokumen
Penanggung Jawab
Tujuan Pendidikan
UU SPN & GBHN
Menteri Dikbud
Tujuan Kelembangaan
Kurikulum Tiap Lembaga
Kepala Sekolah
Tujuan Kurikuler
G B P P
Guru mata pelajaran/bidang studi/kelas
Tujuan Pengajaran
GBPP & Rancangan Pembelajaran
Guru mata pelajaran/bidang studi/kelas
Tabel 8.1 : Sistematika Hierarki Tujuan Kurikulum di Indonesia
          Hierarki tujuan kurikulum secara vertikal di Indonesia seperti terurai sebelumnya, tersurat sampai dengan Kurikulum yang Disempurnakan (KYD) SD/SLTP/SLTA tahun 1984/1985 atau 1985/1986. Hierarki tujuan kurikulum secara vertikal tersebut dapat saja berkembang atau dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan zaman.
          Pengembangan hierarki kurikulum secara vertikal di Indonesia tertampak dalam draft kurikulum tahun1994/1995. Hierarki tujuan kurikulum vertikal yang tersurat dalam draft kurikulum 1994/1995 tersebut diawali dari tujuan pendidikan nasional, kemudian tujuan kelembagaan, tujuan kurikuler, tujuan bidang studi, tujuan kelas, dan tujuan catur wulan, serta tujuan pengajaran. Secara garis besar hierarki tujuan kurikulum dalam draft kurikulum 1994/1995 tersebut, ditunjukan untuk lebih mempertajam hierarki tujuan kurikulum. Adanya hierarki tujuan kurikulum yang lebih tajam diharapkan dapat memudahkan guru menjabarkannya.
     Dalam kurikulum suatu sekolah telah terkandung tujuan-tujuan pendidikan yang ingin dicapai melalui sekolah yang berangkutan. Ada dua jenis tujuan yang terkandung dalam kurikulum.
v   Tujuan yang ingin dicapai secara keseluruhan
          Selaku lembaga pendidikan, setiap sekolah mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Tujuan-tujuan tersebut biasanya digambarkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap yang kita harapkan dimiliki murid setelah mereka menyelesaikan seluruh program dari sekolah tersebut.
          Tujuan dari sekolah kita namakan sebagai tujuan Intitusional  atau tujuan lembaga, misalnya tujuan SD, tujuan SMP, tujuan SMA dsb. Atas dasar inilah kemudian ditetapkan bidang-bidang studi atau bidaang pengajaran yang akan diajarkan pada sekolah yang bersangkutan.
v   Tujuan yang ingin dicapai bidang studi
          Tujuan ini juga digambarkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap yang kita harapkan dimiliki murid setelah mereka mempelajari suatu bidang studi tertentu dari lembaga sekolah tertentu.
b.    Materi/pengalaman belajar.
          Hal yang merupakan fungsi khusus dari kurikulum pendidikan formal adalah memilih dan menyusun isi (komponen kedua dari kurikulum) supaya keinginan tujuan kurikulum dapat dicapai dengan cara yang paling efektif dan supaya pengetahuan paing penting yang diinginkan pada jalurnya dapat disajikan secara efektif (Zais, 1976 : 322). Selain itu untuk mencapai tiap tujuan mengajar yang telah ditentukan diperlukan bahan ajaran (Nana Sy. Sukmadinata, 1988 :114). Namun demikian sebenarnya tidak cukup hanya isi/bahan ajaran saja yang dipikirkan dalam kegiatan pengembangan kurikulum, lebih dari itu adalah pengalaman belajar yang mampu mendukung pencapaian tujuan secara lebih efektif. Hal ini berarti kita memandang kurikulum sebagai suatu  rencana untuk belajar, dan tujuan menentukan belajar apa yang penting, maka kurikulum secara pasti mencakup seleksi dan organisasi isi/materi dan pengalaman belajar (Taba 1962 : 266). Isi atau materi kurikulum adalah semua pengetahuan keterampilan, nilai-nilai, dan sikap yang terorganisasi dalam mata pelajaran/bidang studi. Sedangkan pengalaman belajar dapat diartikan sebagai kegiatan belajar atau tentang bagaimana disiplin berpikir dalam suatu disipli ilmu. Dengan demikian jelaslah bahwa baik materi/isi kurikulum dan pengalaman belajar dapat kita lihat pada pernyataan Taba (1962 : 263) berikut ini : “selecting the content, with accompanying learning experiences, is one of the two central decision in curriculum making, and therefore rational method of going about it is a matter of great content.”
c.    Organisasi.
          Perbedaan antara belajar disekolah dan belajar dalam kehidupan adalah dalam hal pengorganisasian secara formal di sekolah. Jika kurikulum merupakan suatu rencana untuk belajar maka isi dan pengalaman belajar membutuhkan pengorganisasian sedemikian rupa sehingga berguna  bagi tujuan-tujuan pendidikan (Taba, 1962 : 290). Berdasarkan pendapat Taba tersebut, jelas bahwa materi dan pengalaman belajar dalam kurikulum diorganisasikan bahwa untuk mengefektifkan pencapaian tujuan. Namun demikian, perlu kita sadari bahwa pengorganisasian kurikulum merupakan kegiatan yang sulit dan kompleks. Sukar dan kompleksnya pengorganisasian kurikulu dikarenakan kegiatan tersebut bertalian dengan aplikasi semua pengethauan yang ada tentang pertumbuhan dan perkembangan peserta didik, dan maslaah proses pembelajaran (Sumantri, 1988 : 23). Masalah-masalah utama organisasi kurikulum berkisar pada ruang lingkup (scope), sekuensi, kontinuitas, dan integrasi.
d.   Evaluasi.
          Evaluasi merupakan komponen keempat kurikulum, mungkin merupakan aspek kegiatan pendidikan yang dipandang paling kecil (Zais, 1976 : 369). Evaluasi ditunjukan untuk melakukan terevaluasi terhadap belajar siswa (hasil dan proses belajar siswa) maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran. Lebih lanjut Zais (1976 : 378) mengemukakan evaluasi kurikulum secara luas merupakan suatu isaha sangat besar yang kompleks yang menantang untuk mengkodifikasi dari proses salah satu dari istilah sekuensi atau komponen-komponen. Evaluasi kurikulum secara luas tidak hanya menulis dokumen yang tertulis, tetapi yang lebih penting adalah komponen kurikulum yang diterapkan sebagai bahan-bahan fungsional dari kejadian-kejadian yang meliputi interaksi siswa, guru, dan material. Adapun peran evaluasi dalam kurikulum secara keseluruhan, baik evaluasi belajar siswa, maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, dapat digunakan sebagai landasan pembangunan kurikulum. Dari uraian tentang evaluasi ini, jelaslah bahwa evaluasi bukanlah komponen atau kegiatan pendidikan yang kecil sebagai komponen kegiatan kurikulum evaluasi merupakan bagian integral dari kurikulum. Kehiatan evaluasi akan memberikan informasi dan data tentang perkembangan siswa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran, sehingga dapat dibuat keputusan-keputusan pembelajaran dan pendidikan secara tepat.
          Demikianlah uraian tentang empat komponen kurikulum yang saling terkait satu dengan yang lain, guru terlibat dan berperan dalam menyelaraskan empat komponen kurikulum tersebut. Keselarasan antara empat komponen tersebut akan dapat dihasilkan melalui pengembangan kurikulum yang memperhatikan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum.
sumber:ArifinZainal.(2011).KonsepdanModelPengembanganKurikulum.Bandung:PTRemaja Rosdakarya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar