Selasa, 27 Desember 2016

Konsep Dasar Ontologi



Konsep Dasar Ontologi
Istilah ontologi berasal dari bahasa Inggris ‘ontology’, meskipun akar kata ini berasal dari Yunani on-ontos (ada keberadaan) dan logos (studi / ilmu). ontologi adalah ilmu pengetahuan yang paling kompleks dan paling menyeluruh. Berbicara ontolog dalam ilmu filsafat merupkan hal yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitannya dengan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang objek apa yang diteliti, wujud hakiki objek tersebut, hubungan antara objek dengan daya tangkap manusia (berfikir, merasa dan mengindra), dan mendapatkan hasil. (Jujun S. Suriasumantri, 1985 : 34).
Secara ontologis ilmu membatasi ruang lingkup keilmuannya hanya daerah-daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Dalam kaitannya dengan kaidah moral bahwa dalam menetapkan objek penelaahan, kegiatan keilmuan tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat manusia. Menurut Sidi Galjaba, ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu, disebut ilmu hakikat yang bergantung pada pengetahuan. Sedangkan menurut Amsal Bakhtiar, ontologi merupakan tidak selalu berdasar pada alam nyata, tetapi berdasar pada logika semata. Dalam ilmu ontologi terdapat juga pengetahuan-pengetahuan yang kita jadikan landasan dengan cara ilmu membuat beberapa asumsi mengenai objek-objek empiris. Sebuah pengetahuan baru dianggap benar selama kita bisa menerima asumsi yang dikemukakannya. Secara lebih terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi dasar. Asumsi pertama, menganggap bahwa objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, seperti dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Asumsi kedua, ilmu menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu, karena kegiatan keilmuan bertujuan untuk mempelajari tingkah laku suatu onjek dalam suatu keadaan tertentu. Asumsi ketiga, ilmu menganggap bahwa setiap gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Setiap gejala mempunyai suatu hubungan pola-pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan kejadian yang sama. Menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1984/1985 : 88), mengatakan bahwa Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah-daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia. Objek penelaahan yang berada dalam batas pra-pengalaman dan pasca-pengalaman diserahkan ilmu kepada pengetahuan lain. Ilmu hanya merupakan salah satu pengetahuan dari sekian banyak pengetahuan yang mencoba menelaah kehidupan dalam batas ontologis tertentu. Penetapan lingkup batas penelaahan keilmuan yang bersifat empiris ini adalah konsisten dengan asas epistemologi keilmuan yang masyarakatkan adanya verifikasi secara empiris dalam proses penemuan dan penyusunan pernyataan yang bersifat benar secara ilmiah. 
sumber : Susanto, A.(2011).FilsafatIlmu.Jakarta:PT Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar