Minggu, 25 Desember 2016

Tan Malaka


Tan Malaka
Biografi
       Tan Malaka merupakan tokoh revolusioner keturunan bangsawan di Sumatera. Tan Malaka memilki nama aseli Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka. Sedangkan panggilan Tan Malaka merupakan sebuah nama yang identik dengan identitas kebangsawanannya yang didapatkan dari garis ibu. Sejauh ini belum ada yang dapat memastikan tentang tanggal lahirnya sebagian besar sejarawan Indonesia menafsirkan bahwa Tan Malaka diperkirakan lahir tanggal 2 Juni 1897 di Suluki, Sumatera Barat.
       Tan malaka dilahirkan dari pasangan Rasyad Caniagodan Sinah Sianibur pendidikan pertamanya ia tempuh di Kweekschool, bukittinggi. Ia lulus dari sekolah tersebut di usianya genap 18 tahun, teapatnya pada tahun 1913. Menurut gurunya, GH Horensma, meskipun kadang-kadang Tan Malaka tidak patuh tetapi ia termasuk murid yang pintar. Disekolah Tan Malaka merupakan salah satu murid yang pintar berbahsa belanda. Sehingga Horensma menyerankan agar ia menjadi seorang guru disekolah Belanda. Atas saran itulah, kemudia Tan Malaka memilki cita-cita untuk melanjutkan studinya ke negeri Belanda.
       Setelah Tan Malaka lulus dari sekolah tersebut, ia kemudian dianugerahi gelar ”datuk” dalam sebuah upacara tradisonal yang dilaksanakan pada tahun 1913. Selain itu, Tan Malaka juga diminta untuk bertunangan dengan seorang gadis di daerahnya. Akan tetapi, ia menolak tawaran pertunangan itu dan memilih untuk melanjutkan sekolahnya ke Belanda. Akhirnya kelurganya pun merestui keinginannya tersebut. Tan Malaka memilih untuk masuk di sekolah Rijks Kweekschool di Harleem, Belanda. Setelah lulus, ia langsung kembali ke Indonesia.
       Sesampainya di Indonesia, Tan Malaka langsung Menerima tawaran dari Dr.C.W.Jessen untuk mengajar anak-anak kuli di perkebunannya yang berada di Sanembeh, Tanjung Morawa, Deli Sumatera Utara. Pada bulan Desember 1919, ia sudah menginjakan kakinya di tanah Sanembah, pada bulan Januari 1920, ia langsung memulai aktivitas mengajarnya. Pertama-tama,  ia mengajar anak-anak kuli bahasa melayu.
       Pada masa-masa inilah, jiwa revolusioner Tan Malaka mulai muncul. Ia melihat begitu banyak ketimpangan sosialdi masyarakat sekelilingnya. Melihat kondisi itu, kemudian Tan Malaka membuat melakukan propaganda subversif terhadap kaum kuli, yang dikenal Deli Spoor. Pada masa ini, ia mulai menjalin hubungan dengan Indische Social dari Democratische Vereeniging (ISDV), sebuah organisasi yang merupakan cikal bakal dari Partai Komunis Indonesia. Pada bulan Maret 1920, Tan Malaka menerbitkan tulisan yang berjudul Tanah Orang Miskin, sebuah karya tulis pertamanya yang dimuat dimedia massa yang bernama Het Vrije Woord. Dalam tulisan tersebut, Tan Malaka menceritakan tentang perbedaan mencolok, terutama dalam hal kekayaan, antara kaum kapitalis dan pkerja. Tan Malaka melihat ada jarakpemisah yang sangat lebar dan tak terjembatani diantara keduanya. Setelah itu, ia kembali memuat tulisannya di sumatera pos. Kali ini tulisannya menyinggung tentang penderitaan para kuli yang bekerja dikantung-kantung usaha milik Belanda. Tidak lama setelah itu, Tan Malaka menjadi calon Volksraad yang mewakili kaum kiri. Dalam pemilihan yang digelar pada tahun tersebut, ia mendapatkan kemenangan. Akan tetapi, tidak lama menjabat, Tan Malaka memilih untuk mengundurkan diri dari jabatannya, tepatnya pada tanggal 23 Februari 2001.
       Tan Malaka dikenal sebagai seorang pemikir beraliran kiri. Ia pernah menjadi pemimpin Partai Komunis Indnesia sekaligus segagai pendiri Partai Muba. Bagi Indonesia, Tan malaka merupakan salah satu pahlawan yang mampu mempersembahkan kemerdekaan bagi tanah airnya. Sebagai intelektual yang jeli melihat kondisi sosial masyarakat, Tan Malaka gencar mengkritik pemerintahan, baik ketika masa kolonial Hindia-Belanda maupun  ketika bangsa Indonesia merdeka, terutama ketika  Indonesia berada pada kepimpinan Soekarno. Perjuangan Tan Malaka harus berakhir ketika ia terbunuh di Kediri Jawa Timur, yaitu pada tanggal 19 Februari 1949. Pemerintah Indonesia memberikan gelar Pahlawan Nasional terhadap dirinya melalui ketetapan Presiden RI.No.53 Tanggal 23 Maret 1963.
Kiprah dan Pemikiran Politik Tan Malaka
       Ketika mulai terjun di dunia politik, Tan Malaka dikenal sebagai sosok aktivis pejuang kemerdekaan yang militan dan revolusioner. Dalam perjuangannya, ia melahirkan pemikiran-pemikiran yang berbobot dan berpengaruh besar terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pemikiran-pemikiran Tan Malaka yang revolusioner menjadikan dirinya tampil sebagai sosok yang tangguh dan gigih dalam berjuang melawan pemerintahan. Ia tidak segan-segan mengkritik pemerintah yang tidak sesuai dengan pemikirannya, baik pada masa pemerintahan Belanda maupun masa pemerintahan Soekarno.
       Meskipun seorang komunis, namun Tan Malaka sering sekali bertentangan dengan kepemimpinan Partai Komunis Indonesia. Karakternya yang suka memberntak, ternyata mulai diwaspadai oleh para pihak penguasa kala itu. Bahkan, ia kerap ditangkap dan dipenjarakan. Dengan demikian, banyak yang mengatakan kehidupan Tan Malaka dihabiskan dalam masa-masa pembuangan dan pengasingan. Sudah beberapa penjara yang ia singgahi.
       Untuk melewati masa-masa genting itulah, Tan Malaka mulai menuangkan pemikran-pemikirannya dalam bentuk tulisan. Bahkan, melalui pemikran-pemikirannya yang berbobot ia mmapu membangun jaringan gerakan komunis internasional. Dalam jaringan tersebut, Tan Malaka mulai menyerbarkan pemikiran-pemikiran revolusionernya untuk melawan praktik penjajahan.
       Berbagai bentuk perjuangan Tan Malaka memebrikan sumbangsih yang cukup besar terhadap kemerdekaan Indonesia. Dengan demikian, selian kepada Soelkarno, masyarakat Indonesia juga harus berterimakasih kepada Tan Malaka. Atas jasa-jasanya, masyarakat Indonesia dapat bernafas lega setelah ratusan tahun hidup dibawah cengkraman kolonialisme.
       Terlepas dari hal itu, jika dibandingkan dengan para tokoh pejuang lainnya, Tan Malaka lebih cenderung sebagai pemikir ketimbang berbgerak di wilayah politik praktis. Meskipun demikian, pernyataan itu tidak lantas mendiskreditkan peran serta Tan Malaka dalam dunia politik. Ketika melihat kondisi Indonesia yang mengalami krisis sosial yang akut, Tan Malaka memilki keinginan untuk menciptakan sebuah revolusi sosial. Hal itu dimaksudkan untuk mengusir para penjajah yang menurutnya telah mengisap kekayaan negerinya.
       Untuk meraih cita-citanya tersebut, Tan Malaka kemudian mencetuskan berbagai macam konsep pemikiran yang dapat dijadikan sebagai landasn perjuangan kemerdekaan masyarakat Indonesia. Sejak saat itu, kiprah dan pemikiran seorang Tan Malaka mulai di[perhitungkan bahkan dianggap mulai membahayakan pemerintah Belanda. Pemikiran dan propogandanya dikhawatirkan dapat membangunkan semangat rakyat untuk melawan Belanda. Oleh karena itu ia segera diasingkan ke Belanda.
       Sesampainya di Belanda, sebagai seorang revolusioner dengan pemikran-pemikirannya yang brilian, ia langsung direkrut olehh partai komunis Belanda yang hendak mengikuti pemilihan parlemen. Tak ayal, Tan Malaka menjadi orang Indonesia pertama yang dicalonkan sebgai Anggota Parlemen Belanda dan ia pun menang dalam pemilihan tersebut. Secara resmi, ia menjadi Anggota parlemen Belanda yang mewakili daerah Hindia Tan Malaka. Dengan jabatan tersebut, Tan Malaka semakin leluasa untuk menyampaikan ide gagasannya. Pernah dalam senuah pidatonya yang disampaikan dihadapan anggota partai komunis ia menyerukan agar mereka mengadkqan kerja sama dengan gerakan Pan-Islamisme.
        Selain itu, pada masa-masa pembuangannya tersebut, Tan Malaka pernah menerbitkan sebuah buku yang berjudul Republik Rumah Indonesia (1924). Dalam buku ini Tan Malaka menegaskan bahwa Hindia Belanda harus segera menuju Republik Indonesia. Akan tetapi, yang perlu digaris bawahi bahwa negara republikk yang dikendaki Tan Malaka tidak mengacu pada trias politiknya montesquieu. Republik yang dimasksudkan Tan Malaka adalah sebuah negara yang efisien yang berada dibawah kendali organisasi.
       Lebih jauh lagi, dalam buku tersebut mengungkapkan bahwa dirinya tidak mempercayai sistem pemerintahan parlemen. Sebuah pemerintahan yang menerapkan sistem parlemen, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif, bagi Tan Malaka hanya akan memunculkan kekuasaan.intinya jika, orang yang membuat undang-undang dengan pelaksana undang-undang terpisah, maka kemungkinan besar hukum yang ditetapkannya pun akan jauh dari realitas.
       Pada dasarnya, dalam buku itu Tan Malaka merancang berbagai program perjuangan yangb lebih ditujuakan kepada PKI. Tan Malaka menginginkan agar PKI segera mengambil alih pimpinan kaum revolusioner dan menentukan strateginya demi menggulingkan kolonialisme dari bumi Indonesia. Meski demikian,dalam buku itu juga menegaskan bahwa PKI bukanlah sebuah partai yang ekslusif, anti agama dan sosial. Akan tetapi, Tan Malaka memaknai komunis yang dianutnyan adalah bersifat nasionalis dan mendukung setiap perjuangan seluruh masyarakat Indonesia.
       Hal itulah yang kemudian menjadi landasan Tan Malaka untuk menyesalkan terjadinya pemberontakan PKI 1926. Menurutnya, kejadian tersebut menunjukkan bahwa kaum PKI di Indonesia tdak memperhatikan seruan-seruan Tan Malaka dalam buku tersebut. Selain ditujukkan untuk PKI, buku itu juga ditujukan untuk kaum muda pergerakan yang ada di Belanda dan Indonesia. Tan Malaka meminta mereka untuk mendiskusikan buku tersebut. Saat itu kelompok-kelompok diskusi para kaum muda pergerakan yang ada di Bandung langsung membedah dan memperdebatkan buku Tan Malaka tersebut. Bahkan Bung Karno merupakan salah satu peserrta yang begitu aktif dalam forum-forum diskusi itu.
Banyak yang mengatakan bahwa dalam tulisan Bung Karno yang berjudul “Indonesia menggugat” banyak mengutip atau terinspirasi dari ide-ide Tan Malaka tersebut. Tidak hanya Bung Karno, kaum pelajar di Jakarta, misalnya Sugondo Djojopuspito, Karim Pringgodigdo, Maruto Nitimihardjo, Amir Syarifuddin Harahap, Sumitro Reksodiputro, Abu Hanifah, dan Sumanag, juga mengakui bahwa buku Tan Malaka telah memompa dan membangkitkan semangat perjuangan mereka.
       Dalam buku tersebut, Tan Malaka menjelaskan berbagai macam konsep perjuangan dalam melawan kolonialisme. Akan tetapi, yang menjadi titik tekan Tan Malaka dalam bukunya adalah sebuah perjuangan yang digerakkan oleh massa. Ini dimaksudkan untuk mengajak seluruh lapisan masyarakat Indonesia untuk turut serta dalam perjuangan melawan Belanda. Dengan begitu, maka tidak mustahil masyarakat agar segera menemukan kemerdekaannya.
sumber:EffendiSulaiman.2014.KiprahdanPemikiranPolitikTokoh-TokohBangsa.Yogyakarta:IRCiSoD. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar