Rabu, 21 Desember 2016

Perbedaan Pria dan Wanita



Perbedaan Pria dan Wanita

       Untuk dapat memahami bagaimana pola perasaan seorang pria, terlebih dulu orang harus menerima kenyataan bahwa pria, terlebih dulu orang harus menerima kenyataan bahwa pria dan wanita itu memang berbeda. Dengan menyatakan bahwa bahwa pria dan wanita memang berbeda, saya tidak bermaksud menekankan bahwa perbedaan itu memang perlu dan baik. Saya hanya ingin meminta bahwa lebih dulu seorang wanita perlu menerima, bahwa acapkali pria tidak merasakan seperti apa yang dirasakan oleh seorang wanita. Sering pula mereka tidak berpikir sebagaimana cara wanita berpikir,dan tidak melakukan suatu perbuatan seperti cara wanita melakukannya. Sebenarnya pria bukan dengan sengaja mau berlaku menyerang atau menantang. Secara biologis, mereka memang berbeda dan sosialisasi yang dialaminya pun berbeda. Perbedaan tersebut diantaranya :
1.       Pria lebih agresif daripada wanita
       Mereka cenderung lebih suka bersaing, lebih mudah marah dan lebih mendominasi. Mereka dengan mudah dapat mengungkapkan rasa marah, dan segi ini mungkin adalah satu-satunya segi emosional yang dapat mereka nyatakan secara leluasa. Seorang wanita mungkin akan bertanya mengapa seorang pria tertentu begitu mudah marah. Jawabnya adalah karena kemarahan itu merupakan slah satu cara ungkapan yang alamiah bagi pria. Kemarahan pria lebih intens dibandingkan wanita. Satu hal yang sering terjadi adalah bahwa seorang wanita salah paham dalam hal ini. “Bagaimana mungkin ia mencintaiku kalau tindakannya padaku seperti itu?” seringkali seorang wanita masih menyimpan sakit hatinya selama berhari-hari sesudah peristiewa terjadi itu, dan tidak mengerti kenapa isterinya begitu terluka.bagi seorang wanita ungkapan kemarahan itu sesuatu yang amat mencolok, sedangkan bagi pria sering merupakan suatu refleksi saja. Bila si pria mencoba menerangkan hal ini kepada wanita sering kali ia tidak dipercaya, padahalini suatu kenyataan.
       Pria harus waspada akan dampak kata-kata atau tindakannya kepada wanita. Wanita perlu mengurangi kebiasaannya untuk menaruh arti lebih terhadap suatu perselisihan. Daripada surut kebelakang atau balas menyerang, sebaiknya memberi penjelasan tentang reaksi mereka dengan cara menggambarkan bagaimana perasaan mereka terhadap suatu perselisihan.
2.      Pria kurang memilki hasrat untuk merawat
       Entah hal ini merupakan suatu kecendrungan biologis atau dipelajari, namun pria memang kurang memilki hasrat untuk merawat. Pria tidak biasa secara spontan memberi sesuatu. Mereka tidak bisa menaruh perhatian akan keadaan orang lain. Ini suatu kenyataan dalam lingkungan rumah maupun lingkungan pekerjaan. Karenanya wanita sering merasa diperlakukan secara tak adil karena pasangannya tidak mengimbangi apa yang telah mereka berikan.
       Dalam situasi-siatuasi dimana seorang wanita secara spontan akan terjun bertindak, seperti bila suami atau anak-anaknya sakit, seorang pria seringkali tidak bertindak seperti tindakan wanita. Menurut pengamatan pria sering merasa cangguang atas suatu ketergantungan dan pada saat isteri atau anak-anaknya membutuhkan hiburan dan dukungan, mereka justru surut karena tak mampu mengatasi emosinya. Akibatnya isteri atau pasangan mereka akan merasa ditolak dan merasa kecewa.
       Wanita ingin agar pria memahami kebutuhan mereka menanggapi secara tepat. Suatu cara yang mengena adalah nyatakanlah keinginan kita secara khusus, misalnya minta pasangan kita gantian mengurus sang anak atau minta dibelikan lauk untuk makan malam. Bila minta secara jelas, umumnya pria akan menanggapi dengan memadai.
3.      Harga diri seorang pria lebih dikaitkan dengan pekerjaan
       Meskipun dimasa kini kita jumpai wanita usia 20-an dan 30-an yang mengejar karir, namun dalam satu hal tetap ada satu perbedaan mendasar dengan pria. Kebanyakan pria merasa hancur dan tak berharga bila mereka gagal dalam karir atau mengalami kemunduran dalam hal keuangan. Sedangkan wanita mengalami kepuasan hidup bila ia berhasil dalam hubungannya dengan sesama. Ketergantungan seorang pria terhadap persahabatan mungkin bahkan lebih besar daripada ketergantungan wanita terhadap hal ini. Namun, berharga dari seorang pria  lebih terkait pada keadaan karirnya. Mungkin perkawinannya berjalan baik dan anak isterinya amat mencintainya, namun bila ia merasa bahwa apa yang dicapainya dalam dunia pekerjaan tak begitu baik, ia akan merasa “kurang”, sebagai laki-laki.
       Seringkali kebiasaan pria untuk lebih mengutamakan isu-isu pekerjaan dirasakan sebagai suatu penolakan oleh para wanita. Hal ini biasanya tidak benar. Apa yang kita rasakan sebagai suatu reaksi yang berlebihan terhadap suatu masalaha pekerjaan, akan dapat kita pahami bila kita mengerti betapa pentingnya soal karir bagi harga diri seorang pria. Dengan mengerti hal ini, para wanita dapat menghindari perasaan-perasaan dilukai atau kecewa yang tidak perlu.
4.      Secara verbal pria kurang ekspresif dibandingkan wanita
    Lebih sukar pria untuk mengenali dan menyatakan perasaan. Mereka hanya menyatakan perasaan-perasaan pada seorang wanita pada awal-awal suatu hubungan, yaitu pada saat dorongan hubungan itu sedang paling tinggi. Bila masa pacaran sudah lewat, mereka akan kembali pada bentuk lamanya yang tidak terbuka.
    Wanita lalu merasa bahwa mereka telah ditipu atau bahwa pasangan mereka kini telah sudah berkurang kesetiannya dibanding dulu. Pernyataan emosional yang tidak konsisten itu diartikan sebagai kemunduran dari komitmen emosional. Padahal sebenernya yang terjadi hanyalah, para pria itu telah kembali pada bentuk aselinya sebelum pacaran.
    Karena para pria kurang ekspresif, mereka sering dinilai sebagai tak punya perasaan. Ini salah sama sekali. Banyak pria generasi tua kesukaran untuk mengatakan “aku cinta padamu” pada isteri atau anak-anaknya meskipun perbuatannya sebenarnya telah cukup menunjukkan pengabdiannya. Pria-pria ini telah dibiasakan bahwa bersikap ekspresif secara emosional tidak akan mendapatkan ganjaran yang memadai. Baru pada masa kini mereka diberitahu bahwa menyatakan perasaan, kemesraan atau ketersinggungan bisa dibenarkan. Makanya para pria yang kini usianya sudah diatas empat puluh tahun tetap memiliki pola kewaspadaan model lama.
       Para pria yang kini berusia kurang dari empat puluh tahun umumnya lebih leluasa untuk bicara mengenai perasaan mereka. Apakah hal ini masih akan berubah sejalan dengan zaman akan kita lihat bersama. Untuk sementara perlu disimpulkan bahwa wanita perlu lebih mengenali perhatian seorang pria pada perbuatannya.
5.      Pria memilki kebutuhan lebih besar terhadap kekuasaan
       Banyak pria mengalami kesukaran dalam hubungan-hubungan di mana mereka merasakan dirinya sebagai pihak yang kalah kuasa dalam hubungan itu. Sejak kanak-kanak, mereka telah tumbuh dengan berbagai permainan yang memerankan kekuasaan. Dalam pertumbuhan mereka, ada kebiasaan untuk mengagumi tokoh-tokoh yang berada dalam posisi pemimpin atau penguasa.
       Maka tidak mengherankan apabila tidak mudah bagi para pria untuk menerima dan menjalani hubungan-hubungan yang didasarkan atas kesamaan derajat.banyak pria bersedia membagi kekuasaannya, terlebih bila mereka melihat keuntungannya bagi mereka. Bila pria merasa terperosok dalam suatu peran yang “kalah”, mereka merasa harga dirinya kurang berharga.
       Bila seorang isteri memasuki dunia pekerjaan lalu ia menginginkan perubahan-perubahan dalam struktur keluarga, timbulah masalah. Masalah-masalah seperti ini sebaiknya dipecahkan secara negoisasi,bukan dengan konfrontasi. Pria cenderung akan meraasa lebih terlibat jika mereka diminta memikirkan suatu penyelesaian. Cara ini lebih baik daripada ia dihadapkan padas eorang lawan bicara yang sedang emosional dan tak dapat dimengerti. Perubahan bisa saja diterima tapi umumnya lebih bisa diterima oleh pria jika perubahan itu berlangsung secara bertahap.
6.      Terhadap perkawinannya pria lebih tergantung dan lebih peka
       Karena pria tidak punya banyak sumber untuk dukungan emosional, mereka lebih membutuhkan dukungan dari pasangannya dan lebih kecewa jika tidak mendapatkannya. Sayang kebanyakan pria merasa malu untuk mengakui rasa kesepiannya atau rasa disakiti. Seringkali mereka bahkan tak tahu bagaimana sebenarnya perasaannya. Yang umum terjadi adalah bahwa rasa ditinggalkan ,ereka nyatakan dalam bentuk kemarahan. Ini yang sering kurang dipahami oleh para wanita.
7.      Kebanyakan pria lebih berorientasi makro daripada mikro
       Mereka kurang perfeksionis dan kurang tanggap terhadap nuansa-nuansa. Contoh yang paling jelas ttentang perbedaan ini adalah bila seorang pria diserahi tanggung jawab dalam hal yang tadinya merupakan urusan isterinya, pekerjaan rumah tangga misalnya. Si isteri akan mengharapkan agar pria mengerjakan tugas itu sebagaimana ia biasa mengerjakannya. Kekurangan  dalam hal pengerjaan itu dinilai isteri sebagai suatu gangguan atau hambatan. Kadang-kadang seorang isteri membebani pasangannya dengan instruksi-instruksi terinci yang menakutkan. Mereka tak mengerti mengapa pasangannya lalu memberontak.
       Kebanyakan pria cenderung lebih suka bertanggung jawab dengan cara menganggap tugas-tugas itu sebgai suatu masalah untuk dipecahkan dengan cara mereka sendiri. Menawarkan tugas itu secara musyawarah akan lebih dihargai daripada memberikan suatu daftar instruksi “lakukan ini itu” dan jangan “ini itu”. Mungkin tugas itu memang tidak akan dilaksanakan persis seperti kehendak wanita, tapi yang terpenting tugas itu terselesaikan.
Sumber: SusantoAgus.1989.WanitaSuper.Yogyakarta:Kanisius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar