Selasa, 27 Desember 2016

Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum


    Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
          Ada berbagai prinsip pengembangan kurikulum yang merupakan kaidah yang menjiwai kurikulum tersebut. Pengembangan kurikulum dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang di dalam kehidupan sehari-hari atau menciptakan prinsip-prinsip baru. Sebab itu, selalu mungkin terjadi suatu kurikulum menggunakan prinsip-prinsip berbeda dengan yang digunakan kurikulum lain (Depdikbud, 1982 : 27). Berbagai prinsip pengembangan kurikulum tersebut antaranya: prinsip berorientasi pada tujuan, prinsip relevansi, prinsip efisiensi, prinsip efektivitas, prinsip fleksibiltas, prinsip integritas, prinsip kontinuitas, prinsip sinkronisasi, prinsip objektivitas, prinsip demokrasi, prinsip praktis (Depdikbud, 1982 : 27-28; Nana Sy. Sukmadinata, 1988 : 167-168). Dari berbagai prinsip pengembangan kurikulum tersebut, tia diantaranya yakni prinsip relevansi, prinsip kontinuitas, dan prinsip fleksibilitas akan diuraikan berikut ini.
a.    Prinsip Relevansi.
          Apabila pengembang kurikulum melaksanakan pengembangan kurikulum dengan memilih jabaran. Komponen-komponen agak sesuai (relevan) dengan berbagai tuntutan, maka pada saat itu ia sedang menerapkan prinsip relevansi pengembangan kurikulum. Relevansi berarti sesuai antara komponen, tujuan, isi/pengalaman belajar. Organisasi dan evaluasi kurikulum dan juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat baik dalam pemenuhan tenaga kerja maupun warga masyarakat yang di idealkan Nana Sy. Sukmadinata (1988 : 167-168). Membedakan relevansi menjadi dua macam, yakni relevansi keluar maksudnya tujuan, isi dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Sedangkan relevansi ke dalam yaitu terjadi relevansi di antara komponen-komponen kurikulum, tujuan, isi, proses penyampaian dan evaluasi.
b.    Prinsip Kontinuitas.
          Komponen kurikulum yakni tujuan, isi atau pengalaman belajar, organisasi, dan evaluasi dikembangkan secara bersinambungan. Prinsip kontinuitas atau berkesinambungan hendaki pengembangan kurikulum yang berkesinambungan secara vertikal dan berkesinambungan secara horizontal. Berkesinambungan secara vertikal (bertahap atau berjenjang) dalam artian jenjang pendidikan yang satu dengan yang lebih tinggi dikembangkan kurikulumnya secara berkesinambungan tanpa ada jarak diantara keduanya, dari tujuan pembelajaran sampai ke tujuan pendidikan nasional juga berkesinambungan, demikian pula komponen yang lain. Berkesinambungan secara vertikal menuntut adanya kerja sama antara pengembangan kurikulum jenjang pendidikan dasar, jenjang pendidikan menengah, dan jenjang pendidikan tinggi (Nana Sy. Sukmadinata, 1988 : 168). Sedangkan berkesinambungan horizontal (berkelanjutan) dapat diartikan pengembangan kurikulum jenjang pendidikan dan tingkat atau kelas yang sama tidak terputus-putus dan merupakan pengembangan yang terpadu. 
c.    Prinsip Fleksibilitas.
          Para pengembang kurikulum harus menyadari bahwa kurikulum harus mampu disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat dan waktu yang selalu berkembang tanpa merombak tujuan pendidikan yang harus dicapai (Depdikbud, 1982 : 27). Selain itu, perlu disadari juga bahwa kurikulum dimaksudkan untuk mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang yang akan datang, disini dan ditempat lain, bagi anak yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda (Nana Sy. Sukmadinata, 1988 : 168). Dari uraian sebelumnya, jelas bahwa prinsip fleksibilitas menuntut adanya keluwesan dalam mengembangkan kurikulum tanpa mengorbankan tujuan yang hendak dicapai. Namun demikian, keluwesan jangan diartikan bahwa kurikulum dapat diubah kapan saja keluwesan harus diterjemahkan sebagai kelenturan melakukan penyesuaian-penyesuaian kurikulum dengan setiap situasi dan kondisi yang selalu berubah.
          Apabila kita mengkaji komponen-komponen kurikulum dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum keduanya saling terkait satu sama lain. Pengembangan kurikulum dengan sendirinya berkenaan dengan komponen-komponen kurikulum dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum sekaligus. Penguasaan tentang komponen-komponen kurikulum dan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum dipersyaratkan bagi setiap pengembang kurikulum.
          Adapun komponen-komponen kurikulum pada prinsipnya terdiri dari empat macam komponen yaitu; tujuan, materi, metode dan evaluasi.
a.    Komponen Tujuan
          Komponen tujuan adalah komponen kurikulum yang menjadi target atau salah satu sasaran yang harus dicapai dari melaksanakan suatu kurikulum. Kompenen ini sangat penting karena melalui tujuan, melaui proses dan evaluasi dapat dikendalikan untuk mencapai tujuan kurikulum dimaksud. Tujuan kurikulum dapat dispesifikasikan kedalam tujuan pembelajaran umum yaitu berupa tujuan yang dicapai untuk satu semester, atau tujuan pembelajaran khusus yang menjadi terget pada setiapkali tatap muka. Dalam konteks kurikulum berbasis kompetensi tujuan pembelajaran umum disebut dengan istilah standar kompetensi. Sedangkan untuk tujuan pembelajaran pembelajaran khusus digunakan istilah kompetensi dasar. Pencapaian komponen tujuan kurikulum akan menjadi sangat penting karena pencapaian komponen tujuan ini berakibat langsung terhadap pencapaian tujuan-tujuan pendidikan selanjutnya.
b.    Komponen Materi
          Komponen materi adalah komponen yang didesain untuk mencapai komponen tujuan. Yang dimaksud dengan komponen materi adalah bahan-bahan kajian yang terdiri dari ilmu pengetahuan, nilai, pengalaman dan keterampilan yang dikembangkan ke dalam proses pembelajaran dengan mencapai komponen tujuan komponen materi harus dikembangkan untuk mencapai komponen tujuan, oleh karena itu komponen tujuan dengan komponen materi atau dengan komponen-komponen lainnya haruslah dilihat dari sudut hubungan yang fungsional. Huungan fungsional dalam konteks ini adalah hubungan yang didasarkan atas fungsi masing-masing komponen kurikulum, sehingga jika salah satu komponen tidak berfungsi maka dengan sendirinya mengakibatkan komponen yang lain menjadi tidak berfungsi. Karena itu komponen materi (isi) harus benar-benar dilihat kesesuainnya dengan pencapaian tujuan kurikulum.
c.    Komponen Metode
          Komponen metode dapat dibagi ke dalam dua bagian yang dikenal dengan komponen metode dalam pengertian luas dan komponen metode dalam pengertian sempit. Komponen metode dalam pengertian luas berarti metode tidak hanya sekedar metode mengajar, seperti metode ceramah, tanya jawab dan sebagainya. Dalam pengertian seperti ini metode diartikan dalam arti sempit, yaitu berupa penggunaan salah satu cara dalam mengajar atau belajar. Sedangkan metode dalam arti luas dipersoalkan misalkan mengenai bagaimana membangun nilai, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan pada diri anak. Dari pengertian luas seperti ini komponen metode kurikulum dapat mencakup persoalan-persoalan yang integral dari berbagai persoalan seperti cara penyampaian guru, cara memimpin sekolah, cara karyawan bekerja dan cara-cara lain yang saling terkait yang dilakukan oleh SDM sekolah atau oleh penguasa yang semuanya berpengaruh terhadap pembangunan nilai-nilai dari semua materi pelajaran yang dianjurkan guru kepada siswa.
          Komponen metode dikatakan juga komponen proses karena metode berada pada proses. Komponen ini tidak kalah pentingnya dengan komponen lain, karena komponen metode akan menjawab bagaimana proses kurikulum yang ditempuh dapat mentransformasikan berbagai macam nilai ke dalam diri anak. Yang jelas bahwa komponen metode harus terjamin mutunya karena dari proses yang baik akan menghasilkan sesuatu yang baik. Untuk membuat siswa bermutu jelas tidak bisa dilakukan dengan mudah seperti semudah membalik telapak tangan. Untuk membuat siswa bermutu jelaslah membutuhkan waktu, media dan proses yang bermutu pula.
d.   Komponen Evaluasi
          Komponen evaluasi adalah komponen kurikulum yang dapat diperbandingkan seperti halnya penjaga gawang dalam permainan sepak bola. Komponen evaluasi harus benar-benar difungsikan karena perannya seperti goal keeper jika dalam permainan sepak bola penjaga gawang tidak berfungsi, maka tendangan yang mengarah ke gawang dengan sendirinya menghasilkan goal, akibatnya pemain-pemain yang lain dari kesebelasan itu menjadi lemah daya tempurnya (impotens). Jika dihubungkan dengan evaluasi maka fungsi evaluasi itu sendiri adalah untuk mengukur berhasil atau tidaknya pelaksanaan kurikulum. Memfungsikan evaluasi berarti melakukan seleksi terhadap siapa yang berhak untuk diluluskan dan siapa yang belum berhak di luluskan. Mengingat bahwa kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang sudah di desain dan dilaksanakan untuk mencapai target tertentu, maka evaluasi harus didasarkan atas pencapaian target kurikulum. Karena itu siswa yang dapat mencapai targetlah yang berhak untuk diluluskan, sedangkan siswa yang tidak mencapai target (perilaku yang diharapkan) tidak berhak untuk diluluskan.
          Dilihat dari fungsi  dan urgensi evaluasi demikian, kita melihat kenyataannya dunia pendidikan kita telah melakukan pelanggaran terhadap  komponen kurikulum yang sangat bersifat prinsip. Dari sudut komponen evaluasi misalnya, berapa banyak guru yang mengajarkan suatu mata pelajaran yang sesuia dengan latar belakang pendidikan guru dan ditunjang pula oleh media dan sarana belajar yang memadai serta murid yang normal justru meluluhkan siswa sementara siswa sendiri belum menguasai prilaku yang diharapkan dari komponen tujuan kurikulum. Keadaan sperti ini dalam bahasa agama disebutkan bahwa pendidikan kita telah diselimuti oleh kedzaliman-kedzaliaman atau penghianatan-penghianatan oleh pihak-pihak tertentu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan. Hal nini lambat laun akan membuat praktek-praktek pendidikan yang tidak benar sekarang melahirkan manusia-manusia yang fasik dan dzalim. Dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Hal ini jelas membuat “negara dalam bahaya” karena tidak didinding oleh SDM yang bermoral dan akademik.
Sementara Soemanto (1982) mengemukakan ada 4 komponen kurikulum, yaitu:
1.     Objective (tujuan)
2.     Knowledges (isi atau materi)
3.     School learning experiences (interaksi belajar mengajar di sekolah) dan
4.     Evaluation (penilaian). Pendapat tersebut diikuti oleh Nasution (1988), Fuaduddin dan Karya (1992), serta Nana Sudjana (1991: 21). Walaupun istilah komponen yang dikemukakan berbeda, namun pada intinya sama yakni:
·        Tujuan
·        Isi dan struktur kurikulum
·        Strategi pelaksanaan PBM (Proses Belajar Mengajar), dan
·        Evaluasi
 sumber :

Arifin Zainal.(2011).KonsepdanModelPengembanganKurikulum.Bandung:PTRemajaRosdakarya.
DimyatiMudjiono.(2010).BelajardanPembelajaran.Jakarta:PTRinekaCipta.





1 komentar: