Minggu, 25 Desember 2016

Problematika Pembelajaran IPS Dalam Perubahan Global

Bab II
Pembahasan

2.1  Mengapa Kurikulum IPS Harus Disesuaikan dengan Tuntutan Perubahan Global?
       Dalam standar kompetensi mata pelajaran pengetahuan sosial Depdiknas (2003:5) dinyatakan “melalaui mata pelajaran Pengetahuan Sosial, peserta didik diarahkan, dibimbing dan dibantu untuk menjadi warga negara Indonesia dan warga dunia yang baik”. Menjadi warga negara dan warga dunia yang baik merupakan tantangan yang berat karena karen masyarakat global selalu mengalami perubahan yang besar setiap saat, untuk itulah Pengetahuan Sosial harus dirancang untuk membangun dan mereflesikan kemampuan peserta didik dalam kehidupan masyarakat yang selalu berubah dan berkembang secara dinamis.
       Kemajuan ilmu dan teknologi menambah pengetahuan kita tentang bumi. Namun demikian, kemajuan teknologi yang mendorong industrialisasi menghasilkan dampak negatif seperti polusi dan limbah industri yang mengotori tanah, air dan udara tidak hanya ditempat sumber limbah akan tetapi juga secara global. Untuk menanamkan betapa berharganya bumi, dan bagaimana memelihara dan melestarikannya, sebaiknya kepada siswa dimasukkan pengetahuan dan pemahaman tentang bumi beserta subsistemnya seperti terbentuknya dan evolusi bumi sebagai salah satu planet dalam sistem alam semesta, siklus iklimnya, kekayaan energi bumi, dan lain-lain. Selanjutnya perlu juga dipelajari tentang kesehatan masyarakat, kependudukan, kekayaan alam, ilmu dan teknologi dalam tantangan lokal, nasional, dan global. Topik-topik demikian harus masuk dalam kurikulum IPS.
       Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai dampak keamjuan ilmu dan teknologi, serta dengan masuknya arus globalisasi, membawa pengaruh yang multidimensional. Dibidang pendidikan perubahan ini dituntut oleh kebutuhan siswa, masyarakat, dan lapangan kerja. Salah satu bentuk perubahan yang dituntut dari kurikulum IPS adalah menyesuaikan perubahan yang terjadi secara global tersebut.
      Karena melalui jalur pendidikan IPS, sejak dini peserta didik sudah harus dibiasakan berfikir global, melihat segala sesuatu dengan prespektif global. Menurut Nursid Sumaatmadja dan Kuswaya Wihardi, (1999:14): “yang dimaksud dengan “prespektif global” adalah suatu cara pandang atau cara berpikir terhadap suatu masalah, kejadian atau kegiatan dari sudut pandang global, yaitu dari sisi kepentingan dunia atau internasional. Oleh karena itu, sikap dan perbuatan kita juga diarahkan untuk kepentingan global.”
       Era globalisasi yang ditandai oleh adanya persaingan semakin tajam, arus deras dari informasi dan komunikasi, keterbukai merupakan salah satu pendorongnya, apabila kita tidak mengikutinya dengan seksama menyebabkan ketertinggalan. Ketertinggalan ini disebabkan juga karena globalisasi merupakan proses dimana manusia dibumi ini di-inkorporasikan atau dimasukkan kedalam masyarakat dunia yang tunggal, yaitu masyarkat global; dan dalam proses itu kejadian, keputusan, dan kegiatan di salah satu bagian dunia menjadi konsekuensi yang signifikan bagi individu atau masyarakat didaerah lainnya yang jauh di muka ini (Nursyid:1999:15). Selain itu, globalisasi juga melahirkan masyarakat yang terbuka, yang memberikan nilai kepada individu,kepada hak dan kewajiban sehingga semua manusia mempunyai kesempatan yang sama. Untuk mengembangkan potensinya dan menyumbangkan kemmapuannya bagi kemajuan.
       Landasan pemikiran lainnya adalah karena bumi tempat yang kita huni adalah planet yang yang sangat unik dan berharga. Keindahan dan nilai bumi bagi manusia dapat kita temui melalui bacaan dan lukisan. Untuk itulah manusia harus menunjukkan apresiasinya yang tinggi dengan penuh pengertian mengenai subsistem bumi dan dengan perilaku yang penuh tanggung  jawab untuk kelestariannya. Selain itu bumi kita juga sangat rapuh dan sumberdaya alamnya terbatas; penggunaannya oleh manusia seringkali berlebih-lebihan dan disalahgunakan. Salah satu sikap,manusia yang demikian, tidak lainkarena pertambahan jumlah penduduk, yang terus menerus, yang mempercepat habisnya kekayaan alam, pengrusakan lingkungan, dan pemusnahan makhluk bumi lainnya.
2.2  Problema Pembelajaran IPS
       Sebenernya kurikulum (IPS) 2004 sudah melihat kemungkinan (mengantisipasinya), setidak-tidaknya untuk waktu sepuluh tahun kedepan dalam hal fenomena yang ada baik ditingkat masyarakat lokal, nasional, maupun global. Tetapi itu hanya kurikulum dalam bentuk ide dan dokumen, namun dalam bentuk kurikulum  sebagai implementasi (proses), masih akan sangat dipengaruhi oleh beberapa masalah, yaitu;
1.      Sebagian besar guru IPS belum terampil menggunakan beberapa model mengajar seperti cooperative learning, inquiry, problem solving, atau dengan menggunakan pendekatan perspektif global misalnya.
2.      Ketersediaan alat dan bahan belajar disebagian besar sekolah, ikut mempengaruhi proses belajar mengajar IPS.
3.      Karena itu (point 1 dan 2), proses belajar mengajar IPS masih dilakukan dalam bentuk pembelajaran konvensional, sehingga peserta didik hanya memperoleh hasil secara fatual saja, dan tidak mendapat hasil proses.
4.      Dalam hal implementasi atau proses pelaksanaan kurikulum ini guru yang mendapat sosialisasi dalam bentuk penataran atau diklat sangat terbatas sekali, sehingga faktor ini juga menyebabkan mereka masih belum memahami hakikat kurikulum baru ini sebagaaiman mestinya.
5.      Sebagian besar masyarakat indonesia belum siap untuk untuk mengadaptasi atau mengadopsi budaya dan perdaban asing yang mulai merambah secara global, karena berbenturan dengan nilai-nilai tradisi ataupun agama.

2.3  Materi Apa yang Diperlukan Dalam Perubahan Global Tersebut?

       Tujuan bidang IPS tidak berfokus pada pengusaan materi IPS semata melainkan menitikberatkan pada penguasan kecakapan proses, yang dapat diunjukkerjakan dalam bentuk verbal (verbal performance), sikap (attitudinal performance), dan perbuatan (physical performance), atau adanya integrasi antara afektif, kognitif dan motorik. (Sudradjat,2003:47).
       Materi IPS yang dibelajar mengajarkan haruslah memiliki kualitas untuk dapat bersaing, secara internasional, dengan memperhitungkan kemungkinan-kemungkinan apa yang akan terjadi di era perdagangan bebas, terutama AFTA dan APEC karena, dapat dikembangkan kompetensi, dalam hal ini (PIPS), dikembangkan kompetensi sosial, yang dapat mempersiapkan peserta didik untuk mampu hidup dengan berbagai keterampilan dan kecakapan (life skills), sehingga mampu bersaing dan menang dalam persaingan global, tanpa harus kehilangan jati diri, dan lepas dari nilai-nilai dan budaya bangsanya.
       Perlunya pendidikan IPS yang berkualitas internasional, seperti yang dikatkatakan Alvin Tofler “kita harus berpikir global, dan bertindak lokal”. Globalisasi merambah kesemua penjuru dunia, dan oleh karena itu tidak dapat kita bendung, dan kita harus masuk, ikut serta didalamnya bertarung untuk menjadi pemenang (winner). Pasar bebeas seperti AFTA, APEC, pasti datang karena itu kita harus mempersiapkan para peserta didik agar dapat menjadi pemenang dalam persaingan tersebut, sehingga dapat menjadi tuan di negara sendiri. Bukan menjadi penonton dirumah sendiri sebagai pihak yang kalah (loser). Oleh karena itu Pendidikan IPS juga harus mempersiapkan kompetensi sosial bagi para peserta didiknya.
       Materi Pendidikan IPS yang berwawasan global tersebut, diantaranya adalah :
a.       Tentang kesadaran diri; sebagai makhluk Tuhan, eksistensi, potensi dan jati diri sebagai warga dari sebuah bangsa yang berbudaya dan bermartabat sederajat dengan bangsa lain di dunia di dunia (tidak lebih rendah dari bangsa lain).
b.      Tentang kecakapan berpikir seperti kecakapan; berpikir kritis, menggali informasi, mengolah informasi, mengambil keputusan, dan memecahkan masalah.
c.       Tentang kecakapan akademik tentang ilmu-ilmu sosial, seperti kemampuan memahami fakta, konsep dan generalisasi tentang sistem sosial budaya, lingkungan hidup, perilaku ekonomi dan kesejahteraan serta tentang waktu dan keberlanjutan perubahan yang terjadi didunia.
d.      Mengembangkan sosial skills, dengan maksud supaya pada masa datang kita tidak hanya menjadi objek penguasaan globalisasi belaka. Keterampilan sosial yang perlu dimiliki oleh peserta didik menurut Marsh Colin dalam Nana Supriatna (2002:15) adalah; keterampilan memperoleh informasi, berkomunikasi, pengendalian diri, bekerja sama, menggunakan angka, memecahkan masalah, serta keterampilan dalam membuat keputusan.
       Sedangkan keterampilan sosial yang telah dikembangkan oleh NCSS (1984:249) adalah “keterampilan dalam memperoleh informasi, (keterampilan membaca, keterampilan belajar, mencari informasi, dan keterampilan dalam menggunakan alat-alat teknologi), keterampilan yang berkaitan dengan hubungan sosial serta partisipasi dalam masyarakat (keterampilan diri yang sesuai dengan kemampuan dan bakat bekerja sama, berpartisipasi dalam masyarakat)”.
       Keterampilan sosial seperti ini nampaknya relevan untuk dikembangkan dalam kurikulum Pendidikan IPS di Indonesia, agar kelak para peserta didik dapat hidup sebagaiui warga masyarakat, warga negara, dan warga dunia yang dapat berperan dalam masyarkatnya.
2.4  Bagaimana Mengajarkannya?
       Wiriaatmadja (2002:276), guru harus selalu memperbaharui kemahiran profesionalnya (professional skills). Diantara kemahiran guru yang selalu perlu ditingkatkan adlah kaemampuan mengajarnya (teaching skills). Melalui pelatihan lokakarya, seminar, atau pertemuan-pertemuan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), dan lain-lain kemahiran-keamahiran itu dapat diupayakan dan diperoleh dengan dengan mendatangkan nara sumber.
       Nana Supriatna (2002:276), menyebutkan terdapat beberapa strategi dalam mengajarkan keterampilan sosial kepada peserta didik melalui IPS, diantaranya adalah cooperative learning, kontruktivistik dan inquiry. Pertama, Wiriatmadja (2002:277) juga menyebutkan salah satu aspek dari kemahiran mengajar guru IPS yang dituntut untuk ditingkatkan dengan masuknya arus globalisasi adalah menyajikan pembelajaran IPS dengan menggunakan pendekatan-pendekatan dan model-model pembelajaran yang relevan dengan apa yang menjadi tujuan pembelajaran. Misalnya dengan cooperative learning, maka pelajaran IPS tidak semata-mata penghafal fakta, konep, dan pengetahuan yang bersifat kognitif rendah lainnya serta guru sebagai satu-satunya sumber informasi melainkan akamn membawa siswa untuk berpartisipasi aktif, karena mereka akan diminta melakukan berbagai tugas seperti bekerja secara berkelompok, melakukan inkuiri, dan melaporkan hasil kegiatannya  pada kelas.
       Ini berarti bahwa guru bukan satu-satunya yang memberikan informasi karena siswa akan mencari sumber yang beragam da terllibat dalam berbagai kegiatan belajar yang bergam pula. Sedangkan peran guru kecuali harus bertindak sebagai fasilitator dalam semua kegiatan ini, ia juga harus mengamati proses pembelajaran untuk memberikan penilaian (assessment), tidak hanya untuk perolehan pengetahuan ke-IPS-an (product) saja, melainkan menilai keterampilan sosial siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung (process), yang mencangkup penilaian nranah afektif dan psikomotornya.
       Kedua, strategi serta pendekatan konstruktivisme yang menempatkan siswa sebagai mitra pembelajaran dan pengembang materi pembelajaran dapat digunakn oleh gureu IPS dalam mengambbngkan ketermapilan sosial. Keterampilan siswa dalam hal memperoleh, mengolah dan memanfaatkan informasi untuk memiliki, berdayakan dirinya dapat dilakukan melalui proses pembrlajaran dikelas. Guru IPS yang konstruktivistis harus dapat memfasiliatasi para siswanya dengan mengolah informasi berdasarkan sumber-sumber yang mereka terima. Sikap kritis siswa terhadap informasi harus dapat dikembangkan dalam proses  pembelajaran dikelas. Guru juga harus membiasakan sisewa untuk memperediksi, mengklasifikasi dan menganalisis dengan demikian aspek kognitif siswa yang dikembangkan tidak hanya keterampilan dalam menghapal dan mngingat melainkan juga menganalisis memprediksi, mengkritisi dan mengevaluasi informasi yang mereka terima.
       Di era global ini sumber-sumber informasi yang tidak terbatas dapat digunakan sebagai materi pembelajaran IPS untuk mengembangkan keteramapilan yang terkait dengan informasi tersebut. Kemajemukan informasi berdasarkan sumber serta keobjektifitasan dan kesubjektifitasan merupakan bahan yang menarik untuk mengembangkan keterampilan tersebut didalam kelas.
       Ketiga, menurut Marsh Colin dalam Supriatna (2002:19), strategi inkuiri menekankan peserta didik menggunakan keterampilan sosial dan keterampilan intelektual, strategi ini menekankan peserta didik memnggunakan keterampilan intelektual dalam memperoleh pengalaman baru atau informasi baru  melalui investigasi yang sifatnya mandiri. Dengan demikian keterampilan  memperoleh informasi baru berdasarkan pengetahuan mengenai informasi atau pengalaman belajar sebelumnya merupakan kondisi baik untuk mengembangkan keterampilan yang terkait untuk menguasai informasi.
       Selanjutnya Supriatna (2002:19), mengatakan beberapa keuntungan strategi ini yang berkaitan dengan penguasaan informasi diantaranya adalah :
1.      Strategi ini memungkinkan peserta didik melihat isi pelajaran lebih realistik dan positif ketika menganalisis data dan mengaplikasikan data dalam memecahkan masalah.
2.      Memeberi kesempatan kepada siswa untuk mereflesikan isu-isu tertentu, mencari data yang relevan, serta mmebuat keputusan yang bermakna bagi mereka secara pribadi.
3.      Menempatkan guru sebagai fasilitator belajar sekaligus mengurangi perannya sebagai pusat kegiatan belajar.
       Wiriatmadja (2002:305-306) mengatakan belajar dan mengajar ilmu-ilmu sosial agar dapat menjadi berdaya apabila pembelajarannya bermakna (meaningfull), yaitu :
a.       Siswa belajar menjalain pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, dan sikap yang mereka anggap bberguna bagi kehidupannya disekolah atau diluar sekolah.
b.      Pengajaran ditekankan kepada pendalaman gagasan-gagasan penting yang terdapat dalam topik-topik yang dibahas, demi pemahaman, apresiasi, dan aplikasi siswa.
c.       Kebermaknaan dan pentingnya materi pengajaran ditekankan kepada bagaiman cara penyajiannya dan dikembangkannya melalui kegiatan aktif.
d.      Interaksi didalam kelas difokuskan pada pendalaman topik-topik terpilih dan bukan pada pembahasan sekilas sebanyak mungkin materi.
e.       Kegitan yang bermakna dan strategi assessment (penilaian) hendaknya difokuskan pada perhatian siswa terhadap pikiran-pikiran atau gagasan-gagasan yang penting yang terpateri dalam apa yang mereka pelajari.
f.       Guru hendaknya berfikir reflektif dalam melakukan perencanaan/persiapan, pemberlakuan, dan penilain pembelajaran.
2.5  Orientasi Pendidikan IPS
      Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin dari disiplin ilmu-ilmu sosial dalam humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis/ psikologis untuk tujuan pendidikan (Somantri, 2001, hal. 92). Secara lebih tegas, pendidikan IPS memuat tradisi, yaitu sebagai pendidikan kewarganegaraan; sebagai ilmu yang konsep dan generalisasinya dalam disiplin ilmu-ilmu sosial; dan sebagai ilmu yang menyerap bahan pendidikan dari kehidupan nyata dalam masyarakat kemudian dikaji secara reflektif.
Pendidikan seterusnya berorientasi pada tiga dimensi
1.      Dimensi pertama, yaitu tujuan pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan dan pemilikan kecakapan proses atau metode (methodological objective). Kecakapan ini bersifat generatif, karena dimiliki oleh semua disiplin ilmu dan juga merupakan kecakapan prasyarat, karena merupakan kecakapan yang diprasyatkan untuk dimiliki peserta didik agar ia dapat menguasai dan memiliki disiplin ilmu ataupun keahlian kejuruan. Kecakapan ini disebut juga sebagai kecakapan generik atau kecakapn hidup yang bersifat umum (general skill).
2.      Dimensi kedua, adalah tujuan pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan dan pemilikan konsep dasar keilmuan (contect objective) atau penguasaan materi esensial yang terdiri dari konsep-konsep kunci dan prinsip-prinsip utama. Pada umumnya konsep-konsep kunci keilmuan memiliki tingkat generalisasi yang tinggi,sehingga konsep tersebut dapat digunakan dalam bidang teknologi dalam ilmu sosial. Konsep-konsep kunci dan prinsip-prinsip utama keilmuan tersebut harus dimiliki dan dikuasai peserta didik secara tuntas artinya bukan sekedar dipahami atau dikuasai dalam bentuk hapalan.
3.      Dimensi ketiga adalah tujuan pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan kecakapan penerapan konsep dasar dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pembelajaran yang berbasis kompetensi yang bertujuan pada pemilikan kecakapan hidup akan terjadi proses pembelajaran. Kecakapan mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari memungkinkan seseorang akan mendapat perolehan hidup sesuai dengan tingkat keluasan ilmu yang dimilikinya dan tingkat kecakapan mengaplikasikannya dalam bentuk sehari-hari (Depdiknas, 2005, hal. 1-2)
      Secara umum pendidikan yang berorientasi pada kecakapan hidup bertujuan memfungsikan pendidikan sesuai dengan fithrahnya, yaitu mengembangkan potensi manusiawi peserta didik untuk menghadapi perannya dimasa datang baik sebgai pribadi yang mandiri, warga masyarakat, maupun sebagai warga negara. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghantarkan umat manusia pada abad globalisasi. Di era globalisasi ada beberapa tuntutan yang  harus segera mendapat perhatian serius dalm dunia pendidikan. Salah satunya adalah pentingnya pemberdayaan sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki dedikasi yang tinggi serta tersedianya informasi yang mampu mengakses segala kebutuhan terhadap pemenuhan dibidang pendidikan.
2.6  pendidikan di Era Globalisasi
       UNESCO merekomendasikan pembaharuan pendidikan dan pembelajaran pada lima konsep pokok yang dikutip (elmubarok,2009, hal. 41)
1.      learning to know : guru hendaknya mmapu mempelajari menajdi fasilitator bagi peserta didiknya. Information supplier (ceramah, putar pita kaset) sudah tidak zaman lagi. Peserta didik dimotivasi sehingga timbul kebutuhan dari dirinya sendiri untuk mmeperoleh informasi, keterampilan hidup (income generating skills), dan sikap tertentu yang ingin dikuasai.
2.      Learning to do : peserta didik dilatih untuk secara sadar maupun melakukan suatu perbuatan atau tindakan produktif dalam ranah pengetahuan,  daripada aktif negatif. Pengajran yang hanya mengenakana aspek intelektual saja sudah usang.
3.      Learning to live together : ini adalah tanggaoan nyata terhadap arus deras spesialisme dan individualisme. Nilai baru seperti kompetisi, efisinesi, keefektifan, kecepatan telah diterapkan secaara kelirru dalam dunia pendidikan. Sebagai misal, sebenarnya kompetisi hanya akan bersifat adil kalau berada dalam playing cooperative dan didasarkan pada kemampuan, kesempatan, lingkunagn, sarana, tanpa itu semua hanyalah merupakan kompetisi yang akan mengakibatkan yang “kalah” akan selalu “kalah”. Sekolah sebagai suatu masyarakat mini seharusnya mengajarkan “coomperative learning”, kerjasama dan bersama-sama, dan bukannya pertandingan intelektualistik semata-mata, yang hanya akan dijadikan manusia pandai tetapi termakan oleh kepandaiannya sendiri dan juga kekeluargaan dan mengembangkan daya cipta, rasa, dan karsa, atau aspek-aspek kemanusiaan manusia.
4.      Leraning to be : dihayati dan dikembangkan untuk memiliki rasa percaya diri yang tinggi. Setiap peserta didik memiliki harga diri berdasarkasan diri yang senyatanya. Peserta didik dikondisikan dalam suasana yang dipercaya, dihargai, dan dihormati sebgai pribadi yang unik, merdeka, berkemampuan, adanya kebebasan untuk mendeskripsikan diri, sehingga terus menerus dapat menemukan jati dirinya. Peserta didik memberikan suasana dan siistem yang kondusif untuk menjadi dirinya sendiri.
5.      Learning throghout life yaitu bahwa pembelajaran tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Pembelajaran dan pendidikan berlangsung seumur hidup. Pelaku pendidikan formal hendaknya berorientasi pad proses dan bukan pada hasil atau produk.
      Dari uraian diatas dijelaskan bahwa pendidikan memilki potensi yang penting dan berpengaruh dalam menghadapi tantangan zaman seperti globalisasi. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi peserta didik agar berani menghadapi problema tanpa rasa tekanan, karena mampu menekankan fitrahnya segabai khalifah dimuka bumi. Pendidikan memberikan kesempatan pada sekolah untuk mengemabangkan pembelajaran yang efektif dan fleksibel, memanfaatkan sumber daya sekolah dan lingkungan. Pendidikan diharapkan dapat memperbaiki sumber daya manusia agar dapat bersaing di era globalisaasi. Globalisasi telah  menciptakan hilangnya tamapal batas kekuasaan perekonomian suatu negara sehingga timbul ketergantungan dari suatu negara kenegara lain (priansa, 2010, hal. 1). Hal ini karen adi era globalisasi negara maju tidak ingin terkalahkan negara bekembang, walaupun mereka tetap membutuhkan kehadiran negara berkembang sebagai sumber bahan baku dan temapat pemasaran hasil produk mereka.
      Di era globalisasi dibutuhkan kualitas sumber daya manusia yang unggukl agar bisabertahan menghadapi tantangan. Kualitas manusia yang unggul bukan hanya dari segi akademik saja, akan tetapi juga harus memiliki cakapan hidup lain seperti cakapan sosial, cakapan profesional. Menurut Howard Gardner (1983) yang dikutip (Elmubarok, 2009, hal. 25) manusia memilki 7 kecerdasan yaitu kecerdasan matematis/logis; kecerdasan verbal/bahasa; kecerdasan interpersonal, kecerdasan fisik/gerak/badan; kecerdasan musikal; kecerdasan visual; kecerdasan intrapersonal.
      Pendidikan global merupakan upaya untuk menanamkan suatu pandangan (prespektif) kepada peserta didik dengan memfokuskan bahwa terdapat saling berkaitan dan ketergantungan anatr budaya, antar sesama umat manusia dan kondisi alam ataui planet bumi. Dengan melihat realita yang ada bahwa pendidikan global ini tidak bisa dihindari, maka didalam pendidikan pada umumnya tujuan setiap mata pembelajaran untuk kondisi saat ini adalah pada kemampuan peserta didik agar berfikir kritis (critical thinking skills). Arus terjadinya proses globalisasi mau tidak mau akan memepngaruhi proses pendidikan di negara Indonesia. Hal inmni didasarkan atas pemikiran bahwa dengan kemajuan arus komunikasi, informasi dan teknologi mampu menyebabkan kemudahan seseorang atau masyarakat melakukan pertukaran informasi, pertukaran budaya, mengadakan hubungan kerjasama dibidang ekonomi dan perdagangan, kepedulian terhadap lingkungan hidup dan hak asasi manusia. Namun pada sisi lain terjadinya proses globalisasi akan menimbulkan persaingan pasar, kelangkaan sumber daya alam dan semakain ketatnya persaingan anatar negara dan menimbulakan konflik.
       Tujuan pendidikan global adalah untuk mengembangkan pengetahuan (knowladge), keterampilan, (skills), dan sikap (attituades) yang diperlukan untuk hiidup secara efektif dalam dunia yang sumber daya alamnya semakin menipis dan ditandai oleh keragaman etnis prularism budaya dan semakin saling ketergantungan (Sapriya, 2012, hal. 121).
The American Association of Colleges for Teacher Education (AACTE, 1994) mengemukakan bahwa: “globalization is said to necessitate changes in teaching such as more attention to diverse and universal humabn values, global system, global issues, inolvement off different kinds of world actors, and global history” (Sapriya, 2012, hal 121).
       Dari pernyataan diatas menunjukan bahwa diera globalisasi diharuskan adanya perubahan dalam strategi maupun model pembelajaran, diantara lain dengan memeprhatikan adanya keberagaman dan nilai-nilai kemanusiaan yamg universal, serta isu-isu global yang berkaitan dengan masyarakat dunia dan sejarah global.
       Globalisasi menyangkut kesadaran baru mengenai dunia sebagai satu kesatuan interaksi dan saling ketergantungan yang semakin besar dalam suatu era baru yang harus dijawab dengan tepat. Kurikulum pendidikan dan proses belajar mengajar seyogyanya mampu mengisi peluang ini serta dapat menjawab tantangan yang ditimbulkan. Derasnya arus budaya dan informasi dari barat yang tidak dapat dibendung merupakan kenyataan logis bahwa dalam era globalisasi sekarang ini semuanya menjadi satu kesatuan. Adanya perubahan tersebut yang diikuti kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mempengaruhi gaya hidup masyarakat Indonesia yang meniru perilaku budaya barat, yang berimplikasi pada pembentukan pola pikir dan tingkah laku masyarakat secara langsung taau tidal langsung.
       National Council for the Social Studies (NCSS: 1982) dalam (Sapriya, 2012, hal. 122), mengemukakkan beberapa gejala atau fenomena proses globalisasi antara lain :
1.      Adanay evolusi dalam sistem komunikasi dan transportasi global
2.      Penggabungan perekonomian lokal, regional, dan nasional menjadi perekonomian global.
3.      Meningkatnya intensitas interaksi antar masyarakat yang menciptakan budaya global sebagai panduan dari budaya lokal, regional dan nasional beragam.
4.      Munculnya sistem internasional yang menikis batas-batas tradisi politik internasional dan politik nasional.
5.      Meningkatnya dampak aktivitas manusia terhadap ekosistem dibumi.
6.      Meningkatnya kesadaran globaal yang menumbuhkan kesadaran kan kedudukan manusia dibumi sebagai makhluk masnusia, sebgai penduduk bumi dan sebagai anggota dalam sistem global.
       Proses globalisasi berhubungan dengan menguatnya kembali faham atau ideologi liberalisme atau neoliberalisme. Faham ini yang disosialisasikan secara intensif oleh negara-negara industri maju liberal, diterapkan melalui penekanan kebijakan pasar bebas, investasi modal asing, privatisasi dan semangat “laissez faire laissez passer” (UPI, 2009, hal. 70). Hal ini terlihat dengan adanya AFTA< WTO yang menggeser nilai-nilai tradisional ke arah Barat. Negara-negara ini di dunia menggeser orientasi mereka ke pemikiran Barat, ini sama saja dengan dengan neokolonialisme dalam bentuk baru. Negara yang unggul adalah negara yang dapat mengalahkan negara Barat, baik dari segi kemampuan berpikir, budaya, dan juga kemajuan iptek.
       Globalisasi memiliki nilai positif dan negatif. Segi positif seperti mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan, mudah melakukan komunikasi, mobilitas tinggi, menumbuhkan kosmopolitan dan toleransi tinggi karena bangsa di dunia menjadi menjadi tunggal, peningkatan kualitas diri, mudah memenuhi kebutuhan, dan masih banyak lagi segi positif lainnya. Segi negatifnya adlah informasi yang tidak tersaring, menjamurnya perilaku konsumtif. Dari segi hitungan jumlah pengaruh negatif lebih sedikit yang diuraikan, akan tetapi mengandung makna yang diuraikan, akan tetapi mengandung makna yang sangaty luas karena terkandung neokolonialisme yang menyangkut banyak aspek. Inilah tugas pendidikan untuk dapat mengatasi segala bentuk penjajahan Barat versi baru.secara umum pendidikan harus berorientasi pada kecakapan hidup.secar khusus pendidikan yang berorientasi pada kecakapan hidup bertujuan untuk :
1.      Mengaktualisasikan potensi peserta didik sehingga dapat digunakan untuk memecahakan problema yang dihadapi;
2.      Memeberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengemabngkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan prinsip pendidikan berbasis luas, dan
3.      Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya di lingkungan sekolah, dengan memberi peluang, pemanfaatan sumber daya yang ada dimasyarakat sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah (Tim Board based Education Depdiknas, 2010a, hal. 78).
       Pendidikan juga harus dapat mengatsi kritis nilai yang saat ini tengah berlangsung. Nilai disini termasuk didalmnya seperti kejujuran, keberanian, cinta damai, keandalan diri, potensi, disiplin, tahu batas, kemurnuian, kesucian, setia, hormat, cinta ksih, sayang , peka, ramah, dan lainnyaaaa. Setelah meletakkan pendidikan pada tempatnya kita harus menata ulang/ rancang bangun kehidupan berbangsa, membangun karakter bangsa taas dasar identitas dan tradisi lokal dan melanjutkan pembangunan bangsa.
       Williard M Kinep dalam (Sapriya, 2012, hal. 123) mengemukakan bahwa materi pendidikan global dirumuskan dari realitas sejarah dan kondisi saat ini yang menggambarkan dan menunjukkan dunia sebagai masyarakat global. Kniep memperkenalkan 4 (empat) unsur kajian yang dianggap esensial dan mendasar bagi pendidikan global: (1) kajian tentang nilai manusia (the study of human value); (2) kajian tentang sistem global (the study global systems); (3) kajian tentnag maslah-masalah dan isu-isu global (the study of global problems and issue); (4) kajian tentang sejarah hubungan dan saling ketergantungan antar orang, budaya dan bangsa (the study of the history of contacts and interdependence among peoples, culture and nations).
       Kajian tentang nilai manusia mencerminkan sikap dan keyakinan yang dibentuk oleh pengalamannya. Bagaimana nilai-nilai itu mempengaruhi keputusan dan perilaku dalam menjalankan aktiviats dalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat. Kajian tentang sistem global mencerminkan adanya saling hubungan dan ketergantungan antar bangsa akibat dari keikutsertaan bangsa Indonesia dalam sistem yang berjalan (misal: PBB) ditandai dengan kemajuan teknologi dan komunikasi yang membuat dunia nampak lebih sempit dan menghentikan tradisi imperialisme dan kolonialisme. Misalnya: sistem ekonomi, sistem politik global, sistem ekologi dan lain-lain.
       Kajian tentang masalah dan isu-isu global dalam kehidupan keseharian kita dihadapkan pada masalah-masalah dan isu-isu internasional. Apabila peserta didik atau remaja memahami tentang dunia, maka pendidikan harus dikaitkan dengan melakukan penelitian tentang sebab-sebab dan akibat-akibat, serta kemungkinan penyelesaian isu-isu global saat ini. Peserta didik berhak mengetahui bagaimana mereka dapat menjadi bagian dari isu-isu tersebut dan bagaimana mereka dapat memberikan kontribusi dalam proses penyelesaian tersebut. Misalnya: isu tentang perdamaian dan keamanan, isu pembangunan, isu lingkungan, isu HAM, dan lain-lain.
       Kajian tentang sejarah hubungan dan saling ketergantungan antar orang, budaya dan bangsa. Kontak pertukaran dan saling ketergantungan telah berlangsung disepanjang sejarah peradaban manusia. Kontak pertukaran ini dapat melalui proses migrasi, perdagangan, kunjungan kenegaraan, hubungan kesejarahan, dan lain-lain yang ditransfer melalui komunikasi dan pemanfaatan satelit.
       Dengan demikian untuk kepentingan pembelajaran di sekolah, semua bagian tersebut dapat diintegrasikan dalam mata pelajaran PIPS sehingga tuntutan untuk proses pembelajaran benar-benar bersifat global. Demikian pula para guru PIPS juga dituntut untuk mempersiapkan diri dalam kemampuan wawasan global, sehingga kurikulum mampu mengkondisikan tuntutan di masa depan tercapai sesuai harapan.
2.7  Pendidikan IPS di Era Globalisasi
       Indonesia memerlukan sumber daya manusia yang unggul sebagai modal utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumber daya tersebut pendidikan memilki peran yang sangat penting. Pendidikan merupakan suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan pendidikan. Suatu usaha pendidikan menyangkut tiga unsur pokok, yaitu input, proses, dan output. Input pendidikan adalah peserta didik dengan berbagai ciri-ciri yang ada pada peserta didik. Proses pendidikan terkait berbagai hal seperti pendidik, kurikulum, gedung, buku metode mengajar. Output atau hasil pendidikan dapat berupa pengetahuan, sikapdan keterampilan (Widiyarti & Suranto, t.t., hal.1).
       Pendidikan IPS pada era globalisasi sangat dibutuhkan. Kajian IPS merupakan pengembangan potensi jati dirisebagai makhluk sosial yang harus memilki kecakapn berfikir, kecakapan akademik, kecakapan sosial. Globalisasi menyangkut suatu kesadaran baru mengenai dunia sebagai satu kesatuan interaksi dan saling ketergantungan yang semakin besardalam era baru yang perlu dijawab dengan tepat. Sementara kemampuan bersaing penduduk Indonesia dalam mengahadapi era globalisasi masih sangat lemah dibandingkan dengan negara lain. Hal ini disebabkan karena masih lemahnya kualitas sumber daya manusia yang ada. Sebagai contoh tenaga kerja Indonesia maupun tenaga kerja wanita yang dikirim keluar negeri hanya diposisikan sebagai tenaga buruh seperti pembantu rumah tangga, perawat, buruh perkebunan, buruh bangunan, sopir dan tenaga kasar lainnya. Sedangkan tenaga asing yang bekerja di Indonesia sebaliknya, mereka adlah kalangan pengusaha, investor, profesional tenaga ahli, dan pemilik perusahaan. Para pekerja yang dikirim ke luar negeri kebanyakan tidak memiliki keterampilan atau minim dalam penguasaan ilmu pengetahuan serta rendahnya penguasaan kemampuan bahasa asing, terutama bahsa inggris. Inilah kendala yang sering sekali orang Indonesia rasakansejak adanya pengiriman tenaga kerja keluar negeri hingga sekarang telah memasuki era globalisasi.
       Rendahnya kualitas kerja di Indonesia berkaitan erat dengan rendahnya pendidikan yang diperoleh. Sistem pendidikan yang telah dirancang sedemikian rupa dalam teori belum bisa menjawab tantangan zaman dalam praktiknya. Adanya keinginan untuk bersaing dengan bangsa lain dalam memperebutkan lapangan kerja harus dimuali terlebih dahuludalam pembaharuan pendidikan, terutama secara praktik. Pendidikan harus benar-benar diberdayakan oleh semua pihak sehingga ke depan mampu memberdayakan oleh sistem pendidikan nasional diharapkan akan memiliki keunggulan komparatif dalam konteks persaingan global.
       Konsekuensi dari penjelasan diatas bahwa pendidikan harus dikonseptualisasikan sebagai suatu usaha dan proses pemberdayaan yang benar-benar harus disadari secara kolektif, baik oleh individu, keluarga, masyarakat, serta leh pemerintah. Pendidikan sebagai investasi masa depan bangsa yang menjadi dasar kualitas sumber day manusia yang unggul yang harus pula diiringi moralitas yang tinggi dan integritas kebangsaan yang kuat, tidak korup, jujur, kreatif dan memiliki visi kedepan yang diasumsikan akan mempercepat bangsa ini keluar dari krisis yang berlarut-larut.sebagai perbandingan, negara-negara seperti Malaysia, Thailand, Filipina, mereka mengalami kemajuan yang pesat dalam upaya keluar dari krisis seperti yang dialami indonesia. Negara-negara tersebut dahulu berada dibawah Indonesia, kualitas sumber daya manusianya,akan tetapi saat ini mereka dapat menjadi negara yang bangkit dari masalah dalam negerinya. Contohnya malaysia dapat memulihkan kondisi ekonomi tanpa bantuan dari IMF.
        Era globalisasi sebenarnya justru membutuhkan pendidikan IPS lebih tinggi dibanding sebelumnya. Dengan adanya pendidikan IPS dapat menjawab tantangan yang ada dan muncul di era globalisai. Begitu lengkapnya kajian IPS dengan semua rumpun keilmuannya jika betul-betul dipahami dan dilaksanakan akan dapat memunculkan bangsa Indonesia sebagai yang terkemuka. Selain Indonesia memiliki wilayah yang luas, alam yang kaya, juga penduduk yang banyak, sebetulnya semua bisa menjadi modal untuk menjadi pemimpin dunia. Hanya saja, jika bangsa Indonesia sudah kurang perduli terhadap masalah bangsanya, maka dengan mudah penjajahan bentuk baru akan ada dan bertahan di bumi Indonesia. Giddens (2000) yang dikutip Tim pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI (2009:71) mengatakan bahwa “kita tidak akan pernah mampu menjadi penguasa sejarah kita sendiri, tetapi kita dapat dan harusmencari cara untuk membuat dunia yang tak terkendali ini menjadi terkendali”.
       Pendidikan IPS adalah seleksi dan rekonstruksi dari disiplin ilmu pendidikan dan disiplin ilmu-ilmu sosial, humaniora, yang diorganisir dan disajikan secara psikologis dan ilmiah untuk tujuan pendidikan (Somantri, 2001, hal. 191). Jati diri IPS ini perlu ditegaskan berulang-ulang agar selalu  mengingatkan kita bahwa pendidikan IPS tidak mungkin berdiri sendiri. IPS merupakan mitra bagi ilmu-ilmu lainnya. Pendidikan IPS berusaha  mengorganisasikan dan mengembangakan substansi ilmu-ilmu sosial secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan. Pendidikan IPS mempunyai peran yang penting dalam membangun identitas nasional untuk untuk menjadikan peserta didik kreatif, mampu memecahkan masalah diri dan lingkungannya, serta menjadi warga negara yang baik dan bermoral. Untuk mengahadapi tantangan dan dinamika masyarakat dan globalisasi, maka perlu konsolidasi kurikulum yang meliputi :
(a)    Penetrasi jati diri pendidikan IPS kedalam primary structure
(b)   Mata kuliah yang tidak begitu penting disederhanakn dan menampilkan pendidikan global
(c)    Semua  mata kuliah disiplin ilmu diperkuat sehingga setaraf dengan mata kuliah di universitas untuk mendukung primary structure
(d)   Diadakan mata kuliah yang berorientasi pada bisnis dan bahasa asing
(e)    Perlu ada monitoring yang intensif terhadap perkembangan pembangunan nasional, globalisasi sebagai bahan untuk memperkaya kurikulum FPIPS dengan pengetahuan fungsional (functional knowledge) (soemantri, 2001, hal. 190).
Ditengah iklim globalisasi, pendidikan IPS tetap diperlukan, baik sebagai penopang identitas nasional maupun pemecahan masalah lokal, regional, nasional, dan global. Masalah akan selalu ada, dalam mengatasi segala kendala yang muncul di era globalisasi dibutuhkan keterlibatan semua pihak. Masalah dalam pendidikan IPS, baik dari kurikulum, pengembangan perguruan tinggi, kemampuan guru dalam pembelajaran, kebijakan pemerintah, peran masyarakat itu sendiri harus bekerja sinergis, karena hasil yang didapatpun akan dirasakan oleh seluruh lapisan. Dan keberhasilan yang akan diperoleh, juga akan menjadi buah yang manis yang bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Daftar pustaka 
Gunawan Rudi. 2013. Pendidikan IPS. Bandung : Alfabeta.
Rachmah Huriah. 2014. Pengembangan Profesi Pendidikan IPS. Bandung : Alfabeta.

 















Tidak ada komentar:

Posting Komentar