Rabu, 21 Desember 2016

Susilo Bambang Yodhoyono



Susilo Bambang Yodhoyono
Biografi
       Susilo Bambang Yudhoyono atau yang lebih akrab dipanggil SBY, lahir di Pacitan, Jawa Timur pada 9 September 1949. SBY adalah presiden ke-6 yang memimpin rakyat Indonesia selama 2 periode (2004-2014). SBY menjadi lulusan terbaik AKABRI 1973, dan terus mengabdi sebagai pewira TNI pada tahun 2000. Sepanjang masa itu, ia mengikuti serangkaian pendidikan dan pelatihan di Indonesia dan luar negeri, antara lain seskoad dan pernah pula menjadi dosen, serta Command and General Staff College di Amerika Serikat.
      Pada pendidikan lanjutannya, SBY mendapat gelar master manajemen dari  Webster University, Amerika Serikat pada tahun 1991. Sementara, gelar Doktor Ekonomi Pertanian diraihnya di Institut Pertanian Bogor. Pada 2005, ia memperoleh anugerah dua Doctor Honoris Causa, masing-masing dari almamaternya di Webster University untuk ilmu hukum, dan dari Thammasat University di Thailand untuk ilmu politik.
       Dalam tugas militernya, SBY menjadi komandan pasukan dan teritorial, perwira staf, pelatih, dan dosen, baik dodaerah operasi maupun markas besar. Penugasan itu diantaranya, menjadi komandan Brigade Infanteri Lintas Udara 17 Kostrad, Panglima Kodam II Sriwijaya, dan Kepala Staff Teritorial TNI. Selain didalam negeri, SBY juga bertugas pada misi-misi luar negeri, seperti ketika menjadi Chief Military Observer United Nations Peace Keeping Operations (CMO UNPKO) dan komandan kontingen Indonesia di Bosnia Herzegovina pada 1995-1996.setelah mengabdi sebagai perwira TNI selama 27 tahun, ia mengalami percepatan masa pensiun, yaitu maju 5 tahun ketika menjabat menteri pada tahun 2000.
       Atas pengabdiannya, SBY menerima 24 tanda kehormatan dan bintang jasa, diantaranya Satya Lencana PBB UNPKF, Bintang Dharma dan Bintang Maha Putra Adipurna. Atas jasa-jasanya yang melebihi panggilan tugas, ia menerima bintang jasa tertinggi di Indonesia, bintang Republik Indonesia Adipurna.
Pada beberapa tahun terakhir, SBY juga berperan aktif dalam berbagai forum internasional, termasuk dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup. Sejak pelaksanaan konferensi Bali mengenai perubahan iklim di tahun 2007, yang menghasilkan Bali Road Map hingga pertemuan sejenis di kopenhagen yang menghasilkan Copenhagen Accord, ia selalu memberikan kontribusi nyata. SBY juga memprakarsai terbentuknya Coral Triangle Initiative, yang merupakan upaya kerjasama antar Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Timur Leste, dan Brunei Darussalam, dalam melindungi keanekaragaman sumber daya hayati lautan diwilayah ini, serta terbentuknya forest-11 (F-11), kelompok negara-negara pemilik hutan tropis di dunia.
       Atas berbagai upaya tersebut, pada pembukaan The11th Special Session Of The Governing Council/Global Ministerial Environmental Forum pada bulan Februari 2010 lalu di Bali, SBY mendapatkan penghargaan UNEP Award Leadership in Marine and Ocean Management. Selain kegiatan di dunia politik dan militer, SBY adalah orang yang gemar membaca dengan koleksi belasan ribu buku, serta telah menulis sejumlah buku dan artikel, seperti Transforming Indonesia : Selected International Speeches (2005), Peace Deal With Aceh is Just a Beginning (2005), The making of a Hero (2005), Revitalization of the Indonesian Economy : Business, Politics and Good Governance (2002), dan Coping with the Crisis-Securing the Reform (1999). Ada pula Taman Kehidupan,sebuah antologi yang ditulisnya pada 2004.
SBY merupakan penutur yang fasih berbahasa Inggris. Ia adalah seorang muslim yang taai. Ia menikah dengan Ibu Ani Herawati dan mereka dikaruniai dengan dua anak laki-laki. Putera pertamanya adalah Kapten Inf Agus Harimurti SBY, lulusan terbaik Akademi Militer tahun 2000 dan telah menyelesaikan Program Master di bidang Strategis Studies di IDSS, Nanyang Technological University, Singapura. Sedangkan putera keduanya dan Electronic Commerce dari Curtin University of Tecnology, Perth, Western Australia.
Kiprah Susilo Bambang Yudhoyono
       Dunia politik telah dilakoni SBY setelah membuat sejarah hidupnya di bidang kemiliteran. Perjalanan karier militernya dimulai dengan memangku jabatan sebagai Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (Komandan Peleton III di Kompi Senapan A, Batalyon Infantri Lintas Udara (airbone) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di pusat Pendidikan Angkatan Darat Amerika Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975.
       Sekembalinya ke tanah air, SBY memangku jabatan Komandan Peleton II Kompi A Batalyon Linud 305/Tengkorak (Dan Topan Yonif 305 Kostrad) tahun 1976-1977. Ia pun memimpin Pleton ini bertempur di Timor Timur. Sepulang dari Timor Timur, ia menjadi komandan Peleton Mortir 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1997). Setelah itu, ia ditempatkan sebagai pasi-2/Ops Magrib Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1981), dan paban Muda Sops SUAD (1981-1982). Selanjutnya, SBY dipercaya Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988) dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988), sebelum mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando TNI-AD (Seskoad) di Bandung dan keluar sebagai  lulusan terbaik Seskoad (1989-1992), dan ditempatkan di Dinas Penerangan TNI-AD (Dispenad) dengan tugas, antara lain membuat naskah pidato KSAD Jenderal Edi Sudrajat.
       Ketika Edi Sudrajat menjabat Panglima ABRI, SBY ditarik ke Mabes ABRI untuk menjadi Koordinator staf Pribadi (Korspri) Pangab Jenderal Edi Sudradjat (1993). Ada banyak sekali jabatan militer yang kemudian dijabat oleh SBY, puncaknya adalah ketika ia dipercaya bertugas ke Bosnia Herzegovina untuk menjadi perwira PBB (1995).
       Saat itu, SBY menjabat sebagai Kepala Pengamat Militer PBB (Chief Military Obseerver United Nation Protection Force) yang bertugas mengawasi gencatan senjata di bekas negara Yugoslavia berdasarkan kesepakatan Dayton, AS anatara Serbia, Kroasia, dan Bosnian Herzegovina. Setelah kembali dari Bosnia, ia diangkat menjadi kepala Staf Kodam Jaya (1996). Kemudian, ia menjabat pangdam II/Sriwijaya (1996-1997) sekaligus ketua Bakorstanasda dan ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 19980 sebelum menjabat Kepala Staf Teritorial (Kaster) ABRI (1998-1999).
Pada tahun 2000, SBY memulai langkah politiknya dengan memutaskan pensiun lebih dini dari militer. Ia ditunjuk menjabat sebgai Menteri Pertambangan dan Energi selama masa pemerintahan Gus Dur. Tak lama kemudian, SBY harus meninggalkan posisinya sebagai mentamben karena Gus Dur memintanya menjabat menkopolsoskam.
       Pada tanggal 10 Agustus 2001,Presiden Megawati mempercayai dan melantik SBY menjadi Menko Polkam dalam kabinet Gotong Royong, tetapi pada 11 Maret 2004, SBY memilih untuk mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam. Langkah pengunduran diri ini membuatnya lebih leluasa menjalankan hak politik yang akan mengantarkannya ke kursi puncak kepemimpinan nasional.
Pada pemilu persiden yang dilakukan secara langsung untuk pertama kalinya,SBY yang berpasangan dengan Jusuf Kalla meraih kepercayaan mayoritas rakyat Indonesia dengan perolehan suara diatas 60%. Pada tanggal 20 Oktober 2004, Susilo Bambang Yudhoyono dengan Jusuf Kalla dilantik menjadi presiden dan wakil presiden Republik Indonesia ke-6.
Pemikiran Susilo Bambang Yudhoyono
       Sosok SBY dikenal sebagai orang yang berhati-hati dalam mengambil keputusan sehingga terkesan lambat dalam menangani masalah rakyat. Tenang tapi berwibawa merupakan dua sifat yang telah mengakar di jiwa SBY dan melahirkan pemikiran solutif dalam menghadapi masalah di negara ini. Hal ini dapat dibuktikan kualitas kepemimpinan SBY kepemimpinan SBY juga terlihat jelas saat menangani persoalan bencana tsunami Aceh.
       SBY seperti menyelam sambil minum air. Ia tidak hanya menyelesaikan persoalan akibat tsunami, tetapi juga menyelesaikan persoalan konflik Aceh yang telah bergolak selama berpuluh-puluh tahun sebelum bencana tsunami. Momentum bencana, dianggap SBY sebagai momentum yang tepat untuk merekatkan semua komponen dalam menangani persoalan kebangsaan. Hasilnya setelah melakukan perundingan, Indonesia bisa berdamai dengan kelompok GAM. Inilah prestasi yang luar biasa dari kepemimpinan SBY yang dicapai oleh pemimpin-pemimpin Indonesia sebelumnya. Tentu saja, perundingan ini bukan persoalan yang mudah dan mengandung banyak risiko. Karena jika gagal, reputasi SBY menjadi tarhannya. Namun, SBY merupakan pemimpin yang berani mengambil risiko dan itulah yang mesti dilakukan oleh seorang pemimpin.
       Selain itu, salah satu imbauan SBY, tidak membiarkan pemikiran keagaman yang ekstrem dan radikal tumbuh di Indonesia karena akan mengganggu kerukunan dan kedamaian umat beragama. “jangan biarkan pemikiran radikal dan ekstrem tumbuh di negri ini”, kata SBY saat memberikan sambutan pada perayaan Natal Nasional 2013 di Jakarta, Jumat malam.
Menurut presiden SBY, perlu dipupuk kesadaran sejak dini kepada generasi-generasi baru Indonesia dalam mengembangkan toleransi, kerukunan, dan perdamaian. Pada kesempatan yang sama, SBY menyerukan tugas tersebut bukan hanya dilakukan oleh agama maupun masyarakat. “jangan menggantungkan pada negara untuk mengatasi setiap gangguan toleransi dan kerukunan”, kata presiden SBY.
Pemimpin negara (SBY) menuturkan bahwa mewujudkan kerukunan dan kedamaian merupakan tugas sepanjang masa. Hal ini karena kemajukan bangsa Indonesia menjadi syarat akar konflik dan perbedaan. Oleh karena itu, menurut SBY mengembangkan sikap memberi dan menerima, serta konsesus dan tenggang rasa harus terus dipupuk. Pemuka agama dapat memberi contoh.  
sumber:EffendiSulaiman.2014.KiprahdanPemikiranPolitikTokoh-TokohBangsa.Yogyakarta:IRCiSoD.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar